Belajar Untuk Tidak Mempelajari…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/belajar-untuk-tidak-mempelajari.html
¤ Menuju Sebuah Pemahaman Besar…
Pemahaman ini adalah sebuah perjalanan keterbukaan dalam proses belajar untuk tidak mempelajari. Ia ada, muncul dan kita sadari pertama kali dengan sebuah ketiba-tibaan. Hal ini terjadi terutama ketika keterbukaan kita mengalami sebuah dentuman besar di alam bawah sadar, sehingga menimbulkan sebuah loncatan daya mental intuitif, yang dengan sendirinya membersihkan persepsi kita terhadap dunia manusia yang sedang kita tinggal sekarang.
Dunia manusia atau yang lebih nyata lagi disebut lingkungan konkret, pada awalnya sudah terdapat suatu daya penggerak yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Tapi ketika kesenjangan terjadi, daya-daya penggerak tersebut mengalami benturan-benturan yang semakin lama semakin kompleks. Sehingga manusia berusaha meredakan kompleksitas tersebut dengan menciptakan daya penggerak yang baru. Dan ini memang berhasil. Tetapi hal yang kompleks tersebut lama-kelamaan terulang kembali dan diselesaikan dengan penggerak ide yang lain lagi. Hal ini selalu terulang-ulang, sehingga terjadi tumpang tindih ide-ide manusia yang sudah tidak diketahui lagi mana yang benar dan mana yang salah. Di sinilah manusia yang ada di dalamnya terkuasai oleh pikirannya sendiri dan tidak tahu lagi jalan keluar terbaik. Tapi dengan keterbukaan kita, semua hal itu bukanlah sebuah jalan buntu. Kejelasan tampil dalam pemahaman kita, dimana semakin lama kita tinggal di dalam suatu lingkungan konkret manusia, semakin pula kita memahami sisi gelap yang menggerakkan segala sesuatu di belakang lingkungan konkret tersebut.
Kita tiba-tiba akan tersentak dan menyadari bahwa ternyata selama ini kita telah hidup di dalam air keruh bersama dengan topeng-topeng penggerak yang diciptakan manusia. Ide, teori, dan aturan, itulah sejumlah nama yang diberikan oleh hasil dari keagungan pikiran kita. Ia-lah yang selama ini mengisi dan menyamarkan diri kita semua menjadi sebuah diri yang disebut subjek ataupun objek. Ia juga yang sebenarnya membuat diri kita menjadi buta terhadap segala sesuatu yang berada di sekitar kita.
Yang perlu diingat adalah ketiba-tibaan yang kita alami ini hanyalah sebuah pemahaman kecil. Kita masih harus menunggu ketiba-tibaan berikutnya, supaya pemahaman kecil ini dapat bertumbuh dengan baik dan menjadi sebuah pemahaman yang besar dan penuh… Maka biarkanlah ia bersama keterbukaannya menduduki kursi emas di dalam diri kita. Pemahaman kecil… ia sudah lebih dari cukup untuk menguasai dan mengendalikan kepekaan dan keterbukaan kita. Dengan demikian, ia akan memahami juga segala kemungkinan yang terwujud di dalam diri sang topeng penggerak yang ada di sekitarnya, walaupun masih agak kabur. Tetapi coba lihat, sebenarnya kekaburan ini sudah menunjukkan bahwa ia telah memiliki daya penglihatan untuk menjembatani dirinya sendiri menuju sebuah kedewasaan. Sumber daya gerak pemahaman kecil ini sebenarnya berasal dari intuisi kemanusiaan kita yang sedang dalam proses pembebasan di alam bawah sadar. Sedangkan dirinya sendiri sedang berada dalam dunia manusia, di dalam kesadaran. Kondisi alam kesadaran ini sekarang seperti sebuah pasar induk yang mempunyai hubungan dengan pemahaman kecil dan segala keramaian persepsi dan asosiasi dari dunia manusia. Dengan kata lain, pemahaman kecil mempunyai daya-daya kesadaran murni atas apa yang terjadi di alam bawah sadar dan segala topeng penggerak yang masuk ke dalam mental melalui jalur indera kita. Sehingga kita kemudian dapat melacak lebih baik ke mana perginya sang topeng itu di saat matahari terbit sampai terbenam, dan juga setiap hal yang ada di belakang ekspresinya yang mempesona itu. Sekali lagi… topeng-topeng penggerak ini sebenarnya dibuat oleh manusia berdasarkan pengertiannya sendiri terhadap kehidupan. Manusia lebih memakai pikiran untuk membuatnya daripada dirinya yang merupakan bagian dari entitas dunia itu sendiri.
Apakah kita sadar, kadang-kadang pemahaman kecil ini mengandung kebencian terhadap apa yang ditampilkan sang topeng. Ia dapat salah meng-interpretasi dan dapat mengacaukan pikiran kita serta membuat kita bingung. Ia sebenarnya belum cukup bijak untuk memutuskan sesuatu. Tapi selama keterbukaan kita masih berlangsung, pemahaman kecil ini akan berangsur-angsur tumbuh menuju sebuah pemahaman besar. Di mana ia dapat melihat lebih jauh dan dapat menembus kabut-kabut pikiran yang semula membelenggunya. Di matanya topeng-topeng penggerak bukan sesuatu yang jahat dan tercemar lagi untuknya. Sekarang, ia malah menjadi senang berteman dengan semua itu. Ia juga belajar dari sang topeng, agar dirinya lebih cepat lagi membesar daripada yang terdahulu.
Walaupun gerakan-gerakan sang topeng selalu bertentangan dengannya atau bahkan ingin membunuhnya, ia tidak pernah lagi membencinya. Kalaupun ada kebencian di dalam diri pemahaman besar ini terhadap sang topeng, itu hanyalah sebuah kebencian yang kecil, yang tidak akan beranak lagi di kemudian hari. Kebencian ini sudah terikat dan lumpuh serta dikucilkan jauh di dalam kesadaran kita, bahkan sudah lenyap. Pada saat seperti ini, pemahaman besar pada diri sendiri dapat melihat proyeksi kemungkinan-kemungkinan gerak lain dari topeng - topeng mengada manusia tersebut. Gerak-gerak lain ini adalah sesuatu yang tidak hadir di lingkungan konkret ataupun di dalam mental kita. Ia hanya kita rasakan secara samar-samar dan bergerak sedikit liar. Mungkin inilah dimensi lain dari pikiran kita itu. Ia seperti sebuah kekacauan yang terjadi, karena sebentar lagi dirinya akan dikendalikan oleh intuisi kemanusiaan kita yang sesungguhnya. Keterbukaan terhadap kemungkinan-kemungkinan gerak ini, tidaklah berpengaruh terhadap lingkungan konkret dan mental kita. Hanya saja mereka kita sadari. Kehadirannya, dan tentu saja sisi murni dari semua itu juga merupakan bagian dari pemahaman terhadap keseluruhan yang saling berhubungan dalam dunia yang sebenarnya.
Kita kemudian akan melihat, bahwa sang topeng atau ide penggerak manusia itu sendiri sebenarnya tidak mengenal dirinya dengan baik, justru pemahaman besar yang akan mengatakan pada sang topeng bahwa dirinya-lah yang lebih mengenal mereka semua daripada mereka mengenal diri mereka sendiri.
Ya, di sinilah pemahaman besar itu menunjukkan kebijaksanaannya. Ia mampu melihat dengan jelas ke dalam mata sang topeng, ada sebuah pagar ketidaktahuan yang mengurung mereka. Dan untuk mendobrak pagar itu tidaklah mudah, karena mereka tahu benar bahwa pagar tersebut adalah benteng mereka untuk bertahan hidup di dunia manusia. Siapa yang memiliki pagar yang paling kokoh, ia-lah yang paling hidup dan berjaya. Sebuah semboyan yang penuh keegoisan.
Bagi pemahaman besar, segala keegoisan ini adalah wujud ketidaktahuan. Pemahaman besar ini juga telah mampu untuk meng-interpretasikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Ada semacam keseragaman atau kesamaan yang bergerak secara murni oleh intuisi kemanusiaan dalam setiap hal yang terkait secara menyeluruh dalam dunia manusia. Dan ini-lah yang menjiwai setiap mengada manusia di muka bumi ini. Ketika pemahaman besar mulai mengental dan perjalanan sebuah renungan dapat dilalui dengan sebuah loncatan mungil, kita akan memasuki medan penglihatan.
Penglihatan…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/penglihatan.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
Sabtu, 30 Januari 2010
Jumat, 29 Januari 2010
¤ Belajar Untuk Tidak Mempelajari ¤
Keterbukaan dan Kekaguman…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/keterbukaan-dan-kekaguman.html
¤ Belajar Untuk Tidak Mempelajari…
Sampai sekarang kita telah memiliki sang umpan emas keterbukaan, yang sebenarnya adalah keterbukaan ke dalam diri kita sendiri. Tinggallah kita ”di sana”, di dalamnya, agar keterkaitan global dalam dunia, yaitu dunia manusia dan dunia pada dirinya sendiri dapat tertampil dengan murni. Semakin lama dan semakin sering kita tinggal ”di sana”, dengan sendirinya semua teori dan konsep serta pengalaman kita akan semakin ter-reduksi. Pereduksian ini seringkali terjadi tidak sesuai dengan harapan kita, yang seharusnya memang bahwa kita tidaklah perlu mengharapkan sesuatu dari dunia ini, karena harapan adalah sebuah keputusan dari ide subjektivitas kita. Biarkan keterbukaan yang menumbuhkan dan membawa kita dari alam bawah sadar kita hingga menuju sebuah kesadaran yang disebut pemahaman. Bagaimana semua ini dapat berlangsung?
Pada mulanya kita akan terjun ke dalam keberadaan dari sebuah lingkungan konkret. Di dalam lingkungan ini terdapat kolam jiwa, yaitu kolam dari sejumlah ide manusia yang tidak terhingga. Semua ide itu selalu saling mempertentangkan dan juga saling membenarkan satu sama lain. Dari sejumlah ide yang berlaku dalam diri seorang subjek sampai dengan sejumlah ide yang berlaku di seluruh jagat raya ini. Bagaimana kita dapat melihat sebuah kesamaan di antara perbedaan yang kelihatan tak terhingga ini?
Pastikan penyelaman tetap berjalan dengan sendiri dan apa adanya. Ketika kita kembali kepada kekeruhan dalam sebuah lingkungan konkret sebagai umpan emas, yang muncul pertama adalah kehendak kita. Kehendak ini adalah sebuah gerakan mental di bawah kesadaran kita. Ia seperti sebuah peralihan warna yang berubah di dalam mental dari hitam menjadi putih. Ia juga seperti gerak merangkaikan daya-daya mental yang sangat kecil di dalam diri kita… Begitulah sifat sang kehendak itu. Ia berjalan bukan mengekori jejak diri kita atau pun jejak dari orang banyak, tapi walaupun begitu ia tergantung dari semua itu. Di saat kolam jiwa memiliki kemurnian ide yang semakin kental, kehendak akan berubah dan berjalan semakin cepat dan menampilkan semakin jelas apa yang ada di balik semua itu. Kembali lagi, gerakan kehendak itu tentunya akan dapat kita lihat kalau kita sudah menjadi umpan emas dari kepekaan, keterbukaan serta kekaguman yang telah kita lampaui ketika di atas daratan tadi.
Perubahan yang tidak dapat ditangkap oleh diri kita dan orang lain ini adalah sebuah perubahan yang alami. Ia tidak kita sadari, ia mereduksi pikiran dan mengarahkan daya-daya di dalam mental kita, sehingga kemudian kita akan melakukan sesuatu tanpa berpikir. Sekarang mungkin kita bertanya, sesuatu tanpa berpikir berarti ia tidak menggunakan pikiran, bagaimana mungkin? Hal ini memang tidak mungkin. Berpikir melibatkan seluruh pengalaman dan pengetahuan hidup kita. Pengalaman masa lalu saling merangkai membentuk keputusan di masa kini. Sedang pengetahuan objektif kita memiliki peranan besar sebagai aturan dalam merangkaikan unit-unit pengalaman tersebut. Pernahkah disadari, bahwa selama hidup, kita selalu bermain-main di dalam lingkaran pikiran ini. Misalnya saja dimana ketika seseorang mempunyai keinginan subjektif yang sesuai dengan aturan main dari pengetahuan objektif, maka dengan sendirinya terbentuklah sekelompok orang yang dikatakan memiliki kelebihan dalam segala hal daripada sekelompok orang lain yang tidak mampu mengikuti ke arah hal-hal yang objektif itu. Ketidak-mampuan mengikuti dari kelompok orang kecil tersebut, menimbulkan kebrutalan dalam kehidupan manusia, sehingga menciptakan kekacauan yang dilihat sangat mengancam sekelompok orang yang serba lebih tadi. Maka, diciptakanlah sebuah penjara objektif bagi kawanan orang-orang kecil itu yang disebut hukum. Kalaupun ada sebagian orang yang menyisakan kelebihannya bagi orang -orang kecil tersebut, itu hanyalah sekumpulan cara dari pikiran untuk menyamarkan dirinya. Kita tidak akan tahu hal ini, karena kita selalu berdiri sejajar dengan pikiran–pikiran objektif yang tercipta, bahkan berada di bawah kendalinya. Dan, apakah kita semua tahu, bahwa hukum yang tercipta dari pikiran adalah sebuah keegoisan global, yang merupakan orang tua dari keegoisan-keegoisan kecil di dunia ini. Inilah fenomenanya, inilah pikiran pada dirinya sendiri dan… inilah lingkaran kedalaman dari pikiran itu.
Untuk mencapai, memahami dan melampaui fenomena ini, kehendak kita harus berjalan sesuai dengan keterbukaannya. Pada momen–momen seperti ini kita sebenarnya sedang dalam proses belajar untuk tidak mempelajari. Kita berjalan dan diri kita terbagi dalam sebuah transisi antara hukum-hukum dalam pikiran dengan keterbukaan kita. Perubahan ini dengan sendirinya menyeleksi dan membuang segala bentuk mental mengada manusia di alam bawah sadar kita. Ia akan menyingkirkan daya - daya dilematis dalam jiwa. Kita tidak tahu bahwa sebenarnya keterbukaan telah hadir di dalam ketidaksadaran kita dan telah berjalan bersama-sama dengan jiwa kita yang paling murni. Dan kita juga tidak sadar bahwa setiap keping -keping nilai dan rantai - rantai ilusi ide dari manusia yang telah menjiwa di dalam diri kita sejak lahir, kemudian mulai berjatuhan dan meleleh sedikit demi sedikit dari alam bawah sadar kita.
Apakah kita sadar bahwa alam bawah sadar kita merupakan pabrik penggerak keadaan sadar dan prasadar kita? Itulah, dengan dicerahkannya alam bawah sadar kita dari penjara pikiran, ataupun penjara intuitif, maka akan tiba saatnya sebuah pemahaman yang terbuka muncul secara tiba - tiba di dalam kesadaran kita. Kita tidak akan mengetahui kapan ia akan muncul dan seberapa lama pencerahan di alam bawah sadar itu berlangsung?! Yang pasti, kata-kata seperti kapan dan berapa lama ini bukanlah sebuah dimensi waktu dunia manusia, ia lebih kepada sebuah durasi eksistensi kehidupan yang sebenarnya.
Kembali, setelah dicerahkan, intuisi kemanusiaan yang sejak lama terselubung oleh lautan ide manusia, sekarang kembali kepada dirinya sendiri dan mulai mendominasi alam bawah sadar kita. Maka perlulah kita tetap bertahan ”di sana”, di dalam sebuah keterbukaan, karena kemanusiaan sejati sedang melambai-lambaikan tangannya di tengah kabut yang tebal.
Ketika ada segumpalan fenomena yang tampil dalam kondisi kesadaran kita yang disebut sebagai pemahaman, kita akan merasakan bahwa pemahaman ini belum sepenuhnya tampil pada dirinya sendiri. Sepertinya masih ada segumpalan fenomena yang sedang dicerahkan di alam bawah sadar kita.
Lalu, apakah kita harus menyingkirkan kabut - kabut yang ada di depan mata kita ini? Tidaklah perlu, jangan kita yang melakukan, biarkanlah keterbukaan kita yang membukanya sendiri.
Momentum-momentum pencerahan akan hadir ke dalam diri kita. Celah-celah cahaya yang semula tertutup rapat kemudian makin membesar serta makin bertambah banyak. Dan coba lihat lebih dekat lagi, tali-tali cahaya ternyata tidak hanya menembus, ia juga membawa serta dirinya yang telah disucikan untuk diperlihatkan ke dalam jiwa kita secara perlahan-lahan.
Dan sekali lagi, jangan sekali-kali kita mencoba mencari dan membongkar celah-celah tersebut, karena itu sama saja melemparkan diri kita kembali ke dalam lautan ide manusia. Maka… biarkanlah segalanya berjalan dengan sendiri. Itulah sebuah perjalanan transisi dari pemahaman, yang akan membawa diri kita menuju sebuah pemahaman yang penuh.
Menuju Sebuah Pemahaman Besar…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/menuju-sebuah-pemahaman-besar.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/keterbukaan-dan-kekaguman.html
¤ Belajar Untuk Tidak Mempelajari…
Sampai sekarang kita telah memiliki sang umpan emas keterbukaan, yang sebenarnya adalah keterbukaan ke dalam diri kita sendiri. Tinggallah kita ”di sana”, di dalamnya, agar keterkaitan global dalam dunia, yaitu dunia manusia dan dunia pada dirinya sendiri dapat tertampil dengan murni. Semakin lama dan semakin sering kita tinggal ”di sana”, dengan sendirinya semua teori dan konsep serta pengalaman kita akan semakin ter-reduksi. Pereduksian ini seringkali terjadi tidak sesuai dengan harapan kita, yang seharusnya memang bahwa kita tidaklah perlu mengharapkan sesuatu dari dunia ini, karena harapan adalah sebuah keputusan dari ide subjektivitas kita. Biarkan keterbukaan yang menumbuhkan dan membawa kita dari alam bawah sadar kita hingga menuju sebuah kesadaran yang disebut pemahaman. Bagaimana semua ini dapat berlangsung?
Pada mulanya kita akan terjun ke dalam keberadaan dari sebuah lingkungan konkret. Di dalam lingkungan ini terdapat kolam jiwa, yaitu kolam dari sejumlah ide manusia yang tidak terhingga. Semua ide itu selalu saling mempertentangkan dan juga saling membenarkan satu sama lain. Dari sejumlah ide yang berlaku dalam diri seorang subjek sampai dengan sejumlah ide yang berlaku di seluruh jagat raya ini. Bagaimana kita dapat melihat sebuah kesamaan di antara perbedaan yang kelihatan tak terhingga ini?
Pastikan penyelaman tetap berjalan dengan sendiri dan apa adanya. Ketika kita kembali kepada kekeruhan dalam sebuah lingkungan konkret sebagai umpan emas, yang muncul pertama adalah kehendak kita. Kehendak ini adalah sebuah gerakan mental di bawah kesadaran kita. Ia seperti sebuah peralihan warna yang berubah di dalam mental dari hitam menjadi putih. Ia juga seperti gerak merangkaikan daya-daya mental yang sangat kecil di dalam diri kita… Begitulah sifat sang kehendak itu. Ia berjalan bukan mengekori jejak diri kita atau pun jejak dari orang banyak, tapi walaupun begitu ia tergantung dari semua itu. Di saat kolam jiwa memiliki kemurnian ide yang semakin kental, kehendak akan berubah dan berjalan semakin cepat dan menampilkan semakin jelas apa yang ada di balik semua itu. Kembali lagi, gerakan kehendak itu tentunya akan dapat kita lihat kalau kita sudah menjadi umpan emas dari kepekaan, keterbukaan serta kekaguman yang telah kita lampaui ketika di atas daratan tadi.
Perubahan yang tidak dapat ditangkap oleh diri kita dan orang lain ini adalah sebuah perubahan yang alami. Ia tidak kita sadari, ia mereduksi pikiran dan mengarahkan daya-daya di dalam mental kita, sehingga kemudian kita akan melakukan sesuatu tanpa berpikir. Sekarang mungkin kita bertanya, sesuatu tanpa berpikir berarti ia tidak menggunakan pikiran, bagaimana mungkin? Hal ini memang tidak mungkin. Berpikir melibatkan seluruh pengalaman dan pengetahuan hidup kita. Pengalaman masa lalu saling merangkai membentuk keputusan di masa kini. Sedang pengetahuan objektif kita memiliki peranan besar sebagai aturan dalam merangkaikan unit-unit pengalaman tersebut. Pernahkah disadari, bahwa selama hidup, kita selalu bermain-main di dalam lingkaran pikiran ini. Misalnya saja dimana ketika seseorang mempunyai keinginan subjektif yang sesuai dengan aturan main dari pengetahuan objektif, maka dengan sendirinya terbentuklah sekelompok orang yang dikatakan memiliki kelebihan dalam segala hal daripada sekelompok orang lain yang tidak mampu mengikuti ke arah hal-hal yang objektif itu. Ketidak-mampuan mengikuti dari kelompok orang kecil tersebut, menimbulkan kebrutalan dalam kehidupan manusia, sehingga menciptakan kekacauan yang dilihat sangat mengancam sekelompok orang yang serba lebih tadi. Maka, diciptakanlah sebuah penjara objektif bagi kawanan orang-orang kecil itu yang disebut hukum. Kalaupun ada sebagian orang yang menyisakan kelebihannya bagi orang -orang kecil tersebut, itu hanyalah sekumpulan cara dari pikiran untuk menyamarkan dirinya. Kita tidak akan tahu hal ini, karena kita selalu berdiri sejajar dengan pikiran–pikiran objektif yang tercipta, bahkan berada di bawah kendalinya. Dan, apakah kita semua tahu, bahwa hukum yang tercipta dari pikiran adalah sebuah keegoisan global, yang merupakan orang tua dari keegoisan-keegoisan kecil di dunia ini. Inilah fenomenanya, inilah pikiran pada dirinya sendiri dan… inilah lingkaran kedalaman dari pikiran itu.
Untuk mencapai, memahami dan melampaui fenomena ini, kehendak kita harus berjalan sesuai dengan keterbukaannya. Pada momen–momen seperti ini kita sebenarnya sedang dalam proses belajar untuk tidak mempelajari. Kita berjalan dan diri kita terbagi dalam sebuah transisi antara hukum-hukum dalam pikiran dengan keterbukaan kita. Perubahan ini dengan sendirinya menyeleksi dan membuang segala bentuk mental mengada manusia di alam bawah sadar kita. Ia akan menyingkirkan daya - daya dilematis dalam jiwa. Kita tidak tahu bahwa sebenarnya keterbukaan telah hadir di dalam ketidaksadaran kita dan telah berjalan bersama-sama dengan jiwa kita yang paling murni. Dan kita juga tidak sadar bahwa setiap keping -keping nilai dan rantai - rantai ilusi ide dari manusia yang telah menjiwa di dalam diri kita sejak lahir, kemudian mulai berjatuhan dan meleleh sedikit demi sedikit dari alam bawah sadar kita.
Apakah kita sadar bahwa alam bawah sadar kita merupakan pabrik penggerak keadaan sadar dan prasadar kita? Itulah, dengan dicerahkannya alam bawah sadar kita dari penjara pikiran, ataupun penjara intuitif, maka akan tiba saatnya sebuah pemahaman yang terbuka muncul secara tiba - tiba di dalam kesadaran kita. Kita tidak akan mengetahui kapan ia akan muncul dan seberapa lama pencerahan di alam bawah sadar itu berlangsung?! Yang pasti, kata-kata seperti kapan dan berapa lama ini bukanlah sebuah dimensi waktu dunia manusia, ia lebih kepada sebuah durasi eksistensi kehidupan yang sebenarnya.
Kembali, setelah dicerahkan, intuisi kemanusiaan yang sejak lama terselubung oleh lautan ide manusia, sekarang kembali kepada dirinya sendiri dan mulai mendominasi alam bawah sadar kita. Maka perlulah kita tetap bertahan ”di sana”, di dalam sebuah keterbukaan, karena kemanusiaan sejati sedang melambai-lambaikan tangannya di tengah kabut yang tebal.
Ketika ada segumpalan fenomena yang tampil dalam kondisi kesadaran kita yang disebut sebagai pemahaman, kita akan merasakan bahwa pemahaman ini belum sepenuhnya tampil pada dirinya sendiri. Sepertinya masih ada segumpalan fenomena yang sedang dicerahkan di alam bawah sadar kita.
Lalu, apakah kita harus menyingkirkan kabut - kabut yang ada di depan mata kita ini? Tidaklah perlu, jangan kita yang melakukan, biarkanlah keterbukaan kita yang membukanya sendiri.
Momentum-momentum pencerahan akan hadir ke dalam diri kita. Celah-celah cahaya yang semula tertutup rapat kemudian makin membesar serta makin bertambah banyak. Dan coba lihat lebih dekat lagi, tali-tali cahaya ternyata tidak hanya menembus, ia juga membawa serta dirinya yang telah disucikan untuk diperlihatkan ke dalam jiwa kita secara perlahan-lahan.
Dan sekali lagi, jangan sekali-kali kita mencoba mencari dan membongkar celah-celah tersebut, karena itu sama saja melemparkan diri kita kembali ke dalam lautan ide manusia. Maka… biarkanlah segalanya berjalan dengan sendiri. Itulah sebuah perjalanan transisi dari pemahaman, yang akan membawa diri kita menuju sebuah pemahaman yang penuh.
Menuju Sebuah Pemahaman Besar…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/menuju-sebuah-pemahaman-besar.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
Rabu, 27 Januari 2010
¤ KETERBUKAAN DAN KEKAGUMAN ¤
Sebuah Kepekaan…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/kepekaan.html
¤ Keterbukaan dan Kekaguman…
Saat kecemasan sirna secara total, datanglah sebuah keterbukaan yang baru bagi jiwa. Ia bagaikan sebuah gerbang awal yang akan mengantarkan kita menuju sebuah kebebasan dalam mental. Kebebasan ini bukanlah sebuah kebebasan berpikir yang tanpa aturan atau berpikir bebas melalui imajinasi. Ia lebih kepada sebuah kebebasan yang terbuka pada pikiran itu sendiri, dimana tidak terpengaruh oleh perasaan-perasaan manusia pada umumnya. Misalnya rasa sedih, senang, marah, kecewa dan lain-lain. Dan perlulah diketahui bahwa perasaan-perasaan tadi bukanlah perasaan yang essensial dari eksistensi manusia yang sebenarnya. Mereka semua mempunyai kutub pemaknaan masing-masing yang dapat mengarahkan kita kembali kepada segala penentuan manusia di dunia ini.
Kebebasan itu adalah sebuah pembebasan dari segala hal dalam dunia manusia. Kebebasan itu adalah gerakan dari segala sesuatu yang tidak bebas jika kita tinggal di dalam dunia manusia dan memandang dunia pada dirinya sendiri. Dan… kebebasan itu adalah sesuatu yang bebas jika kita tinggal di dalam gerakan dari segala sesuatu itu serta menyadari adanya dunia manusia.
Pemahaman atas yang terakhir inilah yang akan kita temukan jika kita tetap bertahan dalam sebuah keterbukaan. Maka ini berarti juga bahwa dunia manusia bukanlah seluruhnya tidak dapat dipegang sama sekali. Justru karena kita pernah hidup di dalam dunia pengalaman dan pengetahuan manusia itu, kita memiliki peluang lebih besar untuk mengerti apa yang diinginkan kehidupan itu sendiri. Terutama ketika seluruh pengalaman dan pengetahuan tersebut memperlihatkan sebuah kecenderungan negatif yang tak berujung di dalam setiap sisi kehidupan manusia.
Dengan sifat keterbukaan ini, kita sebenarnya sudah berdiri sejajar dengan dunia sebenarnya. Kita sadar bahwa kita tidak memperobjek atas segala sesuatu yang tampil di sekeliling kita. Keterbukaan ini seperti sebuah jalan panjang yang terbentang di depan mata dan harus kita lalui untuk sampai pada sebuah puncak pemahaman yang lebih murni. Ini berarti sifat tersebut akan tetap menjiwai kita di sepanjang perjalanan. Tapi coba lihat di ujung jalan dari keterbukaan itu, ada garis horizontal yang menandakan betapa abadinya di sana. Ia sepertinya tidak bertepi, mengagumkan dan penuh makna. Kemana ia akan membawa kita nantinya? Ke mana? Bukankah posisi kita sekarang adalah yang ”ke mana” itu, jika dipandang dari dua kutub jalan yang jauh itu?! Dan bukankah yang sekarang ini, detik ini, posisi kita sekarang adalah yang tak bertepi itu?
Ya… beberapa pertanyaan ini sepertinya bertanya, tapi juga sekaligus menjawab untuk dirinya sendiri, bahwa sifat keterbukaan ini sebenarnya tidak pernah menaruh sesuatu apa pun pada kutub-kutub orientasi tertentu. Ia tidak pernah membeda-bedakan apa pun. Bagi ia, setiap momen dan posisi adalah yang tak bertepi dan yang penuh makna itu. Maka, terjunlah kita dalam keterbukaan itu sendiri. Kita tidak perlu jalan ke mana-mana lagi, karena ia akan tetap berada dalam sebuah kesamaan adanya. Kalaupun ada perbedaan, berhati–hati-lah, mungkin kita telah membuka diri kita sendiri kembali pada sesuatu yang paling indah dalam hidup kita, pengalaman kita atau segala tatanan manusia di alam bawah sadar kita. Jadi, terjunlah sekali lagi ke dalam kesamaan itu, kita akan menemukan sebuah perbedaan di dalamnya, sebuah perbedaan murni yang merupakan sebuah aliran bahasa yang lebih murni dari dunia pada dirinya sendiri.
Keterbukaan.., apakah ia merupakan sebuah peralihan menuju suatu pemahaman? Tidaklah demikian, ia bersama-sama dengan kepekaan lebih sebagai sebuah landasan serta berada di sepanjang perjalanan kita menuju sebuah puncak kebermaknaan dari kehidupan yang sebenarnya. Ia adalah perasaan hati kita apa adanya dan… biarkan-lah ia mengarahkan kita.
Tenggelam dan dengar-lah, mungkin inilah sepasang kata yang harus kita berikan kepada keadaan jiwa kita yang sekarang. Pada saat seperti ini pula pengetahuan, pengalaman maupun tradisi yang menjiwai sebuah masyarakat tidak lagi mempengaruhi kita. Karena kita telah membuka diri serta menjadikan kondisi mental kita tanpa terisi oleh apa pun.
Tapi, sepertinya ada sesuatu yang lain yang membuat kita tetap berdiri di dalam keterbukaan tersebut?
Ada semacam kekaguman yang tumbuh di dalam diri kita begitu saja. Sebuah kekaguman atas sesuatu yang tak bertepi itu. Ia terhubung erat dengan intuisi kita, sehingga intuisi kita dapat berada pada dirinya sendiri. Kekaguman ini terjadi bukan terhadap hal-hal yang konkret di dalam dunia manusia. Ia sebenarnya ada, tapi kita tidak mengetahuinya dengan pasti, karena kita belum memahaminya dengan baik saat ini. Kita masih dalam sebuah perjalanan panjang ke dalam diri, yaitu menuju eksistensi kita sebagai manusia.
Kekaguman inilah yang kemudian menjiwai kita. Dan di dalam inti dari keseluruhan kekaguman itu sendiri, kita menemukan sebuah kenikmatan dan kegembiraan yang masih terasa samar - samar. Apakah kita tahu? Ia sebenarnya sedang menunggu, agar kita memakan umpan emasnya yang sudah disiapkan sejak bumi ini terbentuk? Kita sebenarnya tidak perlu malu-malu untuk menggapai umpan tersebut. Gapailah! Kita akan ditarik ke atas menembus lapisan demi lapisan air dan kotoran yang selama ini mengotori kolam pikiran kita. Tapi yang aneh, selalu saja kita lebih senang hidup dalam kekotoran kolam kita sendiri. Kita sendiri mengatakan bahwa itu bersih, karena sebenarnya kekotoran itu sudah menjiwai kita sejak lahir. Kita juga kemudian menolak tali pancingan yang berusaha menarik kita ke atas, yang juga menjadikan kita takut untuk meninggalkan teman-teman kita yang disebut bersih tadi. Sungguh sulit…! Maka, keterbukaan itu sendiri mungkin tidak terlalu berdaya untuk mendorong hal ini. Tapi, kekaguman kita yang terbuka-lah yang kemudian dapat membuat kita langsung loncat ke daratan emas tanpa perlu ditarik lagi oleh seorang pemancing sejati. Kita sendirilah yang akan tahu, ke mana arah dan ke mana aliran dari tarikan pancing itu. Sehingga ketika sampai di daratan, kita dapat melihat dengan jelas dari atas betapa keruhnya sungai yang sebelumnya kita selami dan kita anggap bersih itu.
Di sini kekaguman kita mulai melebur, dan kita bertanya pada sang pemancing: apa yang membuat kita tiba-tiba loncat kemari? Pemancing itu akan menjawab bahwa ketika kita di dalam kolam, rasa peka dan keterbukaan kita-lah yang membuat kita mampu melihat umpan emas di antara air keruh itu. Dan, jejak tali pancing yang mengarah ke daratan adalah sebuah rasa kekaguman yang kita miliki. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti geledek pembersihan atas pikiran kita. Dan sekarang seandainya kita terjun kembali lagi di antara air keruh tersebut, kita sendirilah yang akan menjadi bagian dari umpan emas itu. Kolam pikiran kita tidak akan dapat dikotori oleh siapa pun dan apa pun, bahkan kita sendiri dapat melihat dengan jelas keinginan yang terdalam dari kekeruhan itu sendiri. Di dalam setiap kolam kekeruhan, ada sebuah keterbukaan yang tersembunyi. Tapi, bagi para manusia itu sendiri, mereka tidak akan menyadarinya. Setiap hari mereka hanya bermain-main di antara air yang keruh itu. Maka untuk kita, sebagai bagian dari umpan emas, bila ingin menyadarkan mereka akan keterbukaan, kita harus menyamar diri menjadi sebuah kekeruhan yang paling murni di antara mereka. Bagaimana cara-nya? Sebuah cara untuk menyadarkan mereka?.., itulah yang ingin dicari dengan keterbukaan kita yang sempurna.
Maka, apakah ketika kita meloncat ke dalam sebuah kolam yang keruh, kita dapat langsung menemukan cara itu? Agak sulit. Mungkin kita harus tinggal beberapa lama di dalam kekeruhan itu dan mencoba memahami dengan sebuah keterbukaan penuh yang telah diberi oleh sang pemancing di atas daratan tadi.
Beberapa lama, itulah waktu kita, sebuah durasi eksistensi manusia untuk belajar dalam sebuah kolam kekeruhan. Yang selanjutnya akan terdengar lebih manusiawi, bila itu dikatakan sebagai sebuah proses pembelajaran yang tidak mempelajari apa pun.
Belajar Untuk Tidak Mempelajari…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/belajar-untuk-tidak-mempelajari.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/kepekaan.html
¤ Keterbukaan dan Kekaguman…
Saat kecemasan sirna secara total, datanglah sebuah keterbukaan yang baru bagi jiwa. Ia bagaikan sebuah gerbang awal yang akan mengantarkan kita menuju sebuah kebebasan dalam mental. Kebebasan ini bukanlah sebuah kebebasan berpikir yang tanpa aturan atau berpikir bebas melalui imajinasi. Ia lebih kepada sebuah kebebasan yang terbuka pada pikiran itu sendiri, dimana tidak terpengaruh oleh perasaan-perasaan manusia pada umumnya. Misalnya rasa sedih, senang, marah, kecewa dan lain-lain. Dan perlulah diketahui bahwa perasaan-perasaan tadi bukanlah perasaan yang essensial dari eksistensi manusia yang sebenarnya. Mereka semua mempunyai kutub pemaknaan masing-masing yang dapat mengarahkan kita kembali kepada segala penentuan manusia di dunia ini.
Kebebasan itu adalah sebuah pembebasan dari segala hal dalam dunia manusia. Kebebasan itu adalah gerakan dari segala sesuatu yang tidak bebas jika kita tinggal di dalam dunia manusia dan memandang dunia pada dirinya sendiri. Dan… kebebasan itu adalah sesuatu yang bebas jika kita tinggal di dalam gerakan dari segala sesuatu itu serta menyadari adanya dunia manusia.
Pemahaman atas yang terakhir inilah yang akan kita temukan jika kita tetap bertahan dalam sebuah keterbukaan. Maka ini berarti juga bahwa dunia manusia bukanlah seluruhnya tidak dapat dipegang sama sekali. Justru karena kita pernah hidup di dalam dunia pengalaman dan pengetahuan manusia itu, kita memiliki peluang lebih besar untuk mengerti apa yang diinginkan kehidupan itu sendiri. Terutama ketika seluruh pengalaman dan pengetahuan tersebut memperlihatkan sebuah kecenderungan negatif yang tak berujung di dalam setiap sisi kehidupan manusia.
Dengan sifat keterbukaan ini, kita sebenarnya sudah berdiri sejajar dengan dunia sebenarnya. Kita sadar bahwa kita tidak memperobjek atas segala sesuatu yang tampil di sekeliling kita. Keterbukaan ini seperti sebuah jalan panjang yang terbentang di depan mata dan harus kita lalui untuk sampai pada sebuah puncak pemahaman yang lebih murni. Ini berarti sifat tersebut akan tetap menjiwai kita di sepanjang perjalanan. Tapi coba lihat di ujung jalan dari keterbukaan itu, ada garis horizontal yang menandakan betapa abadinya di sana. Ia sepertinya tidak bertepi, mengagumkan dan penuh makna. Kemana ia akan membawa kita nantinya? Ke mana? Bukankah posisi kita sekarang adalah yang ”ke mana” itu, jika dipandang dari dua kutub jalan yang jauh itu?! Dan bukankah yang sekarang ini, detik ini, posisi kita sekarang adalah yang tak bertepi itu?
Ya… beberapa pertanyaan ini sepertinya bertanya, tapi juga sekaligus menjawab untuk dirinya sendiri, bahwa sifat keterbukaan ini sebenarnya tidak pernah menaruh sesuatu apa pun pada kutub-kutub orientasi tertentu. Ia tidak pernah membeda-bedakan apa pun. Bagi ia, setiap momen dan posisi adalah yang tak bertepi dan yang penuh makna itu. Maka, terjunlah kita dalam keterbukaan itu sendiri. Kita tidak perlu jalan ke mana-mana lagi, karena ia akan tetap berada dalam sebuah kesamaan adanya. Kalaupun ada perbedaan, berhati–hati-lah, mungkin kita telah membuka diri kita sendiri kembali pada sesuatu yang paling indah dalam hidup kita, pengalaman kita atau segala tatanan manusia di alam bawah sadar kita. Jadi, terjunlah sekali lagi ke dalam kesamaan itu, kita akan menemukan sebuah perbedaan di dalamnya, sebuah perbedaan murni yang merupakan sebuah aliran bahasa yang lebih murni dari dunia pada dirinya sendiri.
Keterbukaan.., apakah ia merupakan sebuah peralihan menuju suatu pemahaman? Tidaklah demikian, ia bersama-sama dengan kepekaan lebih sebagai sebuah landasan serta berada di sepanjang perjalanan kita menuju sebuah puncak kebermaknaan dari kehidupan yang sebenarnya. Ia adalah perasaan hati kita apa adanya dan… biarkan-lah ia mengarahkan kita.
Tenggelam dan dengar-lah, mungkin inilah sepasang kata yang harus kita berikan kepada keadaan jiwa kita yang sekarang. Pada saat seperti ini pula pengetahuan, pengalaman maupun tradisi yang menjiwai sebuah masyarakat tidak lagi mempengaruhi kita. Karena kita telah membuka diri serta menjadikan kondisi mental kita tanpa terisi oleh apa pun.
Tapi, sepertinya ada sesuatu yang lain yang membuat kita tetap berdiri di dalam keterbukaan tersebut?
Ada semacam kekaguman yang tumbuh di dalam diri kita begitu saja. Sebuah kekaguman atas sesuatu yang tak bertepi itu. Ia terhubung erat dengan intuisi kita, sehingga intuisi kita dapat berada pada dirinya sendiri. Kekaguman ini terjadi bukan terhadap hal-hal yang konkret di dalam dunia manusia. Ia sebenarnya ada, tapi kita tidak mengetahuinya dengan pasti, karena kita belum memahaminya dengan baik saat ini. Kita masih dalam sebuah perjalanan panjang ke dalam diri, yaitu menuju eksistensi kita sebagai manusia.
Kekaguman inilah yang kemudian menjiwai kita. Dan di dalam inti dari keseluruhan kekaguman itu sendiri, kita menemukan sebuah kenikmatan dan kegembiraan yang masih terasa samar - samar. Apakah kita tahu? Ia sebenarnya sedang menunggu, agar kita memakan umpan emasnya yang sudah disiapkan sejak bumi ini terbentuk? Kita sebenarnya tidak perlu malu-malu untuk menggapai umpan tersebut. Gapailah! Kita akan ditarik ke atas menembus lapisan demi lapisan air dan kotoran yang selama ini mengotori kolam pikiran kita. Tapi yang aneh, selalu saja kita lebih senang hidup dalam kekotoran kolam kita sendiri. Kita sendiri mengatakan bahwa itu bersih, karena sebenarnya kekotoran itu sudah menjiwai kita sejak lahir. Kita juga kemudian menolak tali pancingan yang berusaha menarik kita ke atas, yang juga menjadikan kita takut untuk meninggalkan teman-teman kita yang disebut bersih tadi. Sungguh sulit…! Maka, keterbukaan itu sendiri mungkin tidak terlalu berdaya untuk mendorong hal ini. Tapi, kekaguman kita yang terbuka-lah yang kemudian dapat membuat kita langsung loncat ke daratan emas tanpa perlu ditarik lagi oleh seorang pemancing sejati. Kita sendirilah yang akan tahu, ke mana arah dan ke mana aliran dari tarikan pancing itu. Sehingga ketika sampai di daratan, kita dapat melihat dengan jelas dari atas betapa keruhnya sungai yang sebelumnya kita selami dan kita anggap bersih itu.
Di sini kekaguman kita mulai melebur, dan kita bertanya pada sang pemancing: apa yang membuat kita tiba-tiba loncat kemari? Pemancing itu akan menjawab bahwa ketika kita di dalam kolam, rasa peka dan keterbukaan kita-lah yang membuat kita mampu melihat umpan emas di antara air keruh itu. Dan, jejak tali pancing yang mengarah ke daratan adalah sebuah rasa kekaguman yang kita miliki. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti geledek pembersihan atas pikiran kita. Dan sekarang seandainya kita terjun kembali lagi di antara air keruh tersebut, kita sendirilah yang akan menjadi bagian dari umpan emas itu. Kolam pikiran kita tidak akan dapat dikotori oleh siapa pun dan apa pun, bahkan kita sendiri dapat melihat dengan jelas keinginan yang terdalam dari kekeruhan itu sendiri. Di dalam setiap kolam kekeruhan, ada sebuah keterbukaan yang tersembunyi. Tapi, bagi para manusia itu sendiri, mereka tidak akan menyadarinya. Setiap hari mereka hanya bermain-main di antara air yang keruh itu. Maka untuk kita, sebagai bagian dari umpan emas, bila ingin menyadarkan mereka akan keterbukaan, kita harus menyamar diri menjadi sebuah kekeruhan yang paling murni di antara mereka. Bagaimana cara-nya? Sebuah cara untuk menyadarkan mereka?.., itulah yang ingin dicari dengan keterbukaan kita yang sempurna.
Maka, apakah ketika kita meloncat ke dalam sebuah kolam yang keruh, kita dapat langsung menemukan cara itu? Agak sulit. Mungkin kita harus tinggal beberapa lama di dalam kekeruhan itu dan mencoba memahami dengan sebuah keterbukaan penuh yang telah diberi oleh sang pemancing di atas daratan tadi.
Beberapa lama, itulah waktu kita, sebuah durasi eksistensi manusia untuk belajar dalam sebuah kolam kekeruhan. Yang selanjutnya akan terdengar lebih manusiawi, bila itu dikatakan sebagai sebuah proses pembelajaran yang tidak mempelajari apa pun.
Belajar Untuk Tidak Mempelajari…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/belajar-untuk-tidak-mempelajari.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
SEJARAH HARI JADI KOTA GRESIK
Sejarah Kota Gresik
Gresik sudah dikenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas keberbagai Negara. Sebaga kota Bandar, Gresik banyak dikunjungi pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Benggali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama Islam di tanah Jawa. Pembawa dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.
Konon menurut cerita ada seorang bayi asal Blambangan (Kabupaten Banyuwangi) yang dbuang ke laut oleh orang tuanya. Dan ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih, syahbandar kayaraya, yang kemudian diberi nama Jaka Samudra. Setelah perjaka bergelar Raden Paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintahan yang berpusat di Giri Kedaton, dari tempat inilah beliau kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri. Kalau Syech Maulana Malik Ibrahim pada jamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka Sunan Giri disamping kedudukannya sebagai seorang Sunan atau Wali (penyebar agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan/Prabu (penguasa pemerintahan)
Sunan Giri dikenal menjadi salah satu tokoh Wali Songo ini, juga dikenal dengan prabu Satmoto atau Sultan Aiun Yaqin. Tahun dimana beliau dinobatkan sebagai penguasa pemerintahan (1487 M) akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Beliau memerintah gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun.
Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makam Poesponegoro di Jalan Pahlawan Gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.
Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya. Memasuki dilaksanakannya PP Nomor 38 Tahun 1974, seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke Gresik dan namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan di kota Gresik.
Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang Kertosusilo (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan Jawa Timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritim, pendidikan dan industri wisata.
Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilayah pengembangan Gerbangkertosusilo dan juga sebagai wilayah industri, maka kota Gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara, tapi juga ke seluruh dunia yang di tandai dengan munculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia.
Nama Resmi : Kabupaten Gresik
Ibukota : Gresik
Provinsi : Jawa Timur
Batas Wilayah : Utara: Laut Jawa
Selatan: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya
Barat: Kabupaten Lamongan
Timur: Selat Madura
Luas Wilayah : 1.192,25 Ha
Wilayah Administrasi :
Kecamatan: 18,
Desa: 330,
Kelurahan: 26
Kecamatan :
1 Wringinanom
2 Driyorejo
3 Kedamean
4 Balongpanggang
5 Benjeng
6 Menganti
7 Cerme
8 Duduksampeyan
9 Kebomas
10 Gresik
11 Manyar
12 Bungah
13 Sidayu
14 Dukun
15 Panceng
16 Ujungpangkah
17 Sangkapura
18 Tambak
Agama dan Industri
GRESIK terkenal karena dua orang penyebar agama Islam yang termasyhur di Pulau Jawa, yaitu Sunan Giri dan Sunan Gresik (atau Maulana Malik Ibrahim yang juga disebut Syekh Maghribi), dilahirkan, bekerja, dan dimakamkan di kota itu. Mereka ini merupakan dua di antara sembilan wali, atau Wali Sanga, penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak mengherankan kalau akibat kehadiran dua wali itu, kini di Gresik terdapat cukup banyak pondok pesantren, yang besar maupun yang kecil. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik tahun 2000, jumlah pesantren di kabupaten itu mencapai 60 buah dengan jumlah santri sebanyak 22.152 orang. Kehadiran pondok pesantren dengan para santrinya itu telah menciptakan lahan bisnis tersendiri bagi masyarakat Gresik, khususnya di bidang kebutuhan pakaian khas para santri laki-laki seperti kopiah dan sarung panjang.
Sarung dari Gresik, misalnya, sangat terkenal. Saat ini kebanyakan produksi sarung tersebut
dilakukan PT Behaestex (PT BHS). Dari tiga merek sarung PT BHS, yaitu Atlas, Rubat, dan
Marjan, merek Atlaslah yang menguasai pangsa pasar sarung Indonesia. Produk BHS itu ha-nya disaingi oleh produk-produk sarung dari Pekalongan dan Majalengka saja.
Selain sarung, industri kecil dan menengah di Kabupaten Gresik itu juga memproduksi songkok atau kopiah. Dua produk songkok yang cukup terkenal hingga keluar wilayah Gre-sik bahkan
mancanegara, adalah merek Awing-dikenal sebagai songkok ber-AC-produksi Kelompok Perajin Songkok Amanah, dan merek UD Sangkar Mas produksi Perajin Songkok Sangkar Mas. Jumlah perajin songkok dan sarung di wilayah yang terletak sekitar 20 kilometer baratlaut Kota
Surabaya itu, telah membuat Gresik menjadi salah satu sentra produksi songkok dan sa-rung
paling besar di Indonesia. Memang tidak jelas, mengapa kota pesisir pantai Laut Jawa ini dapat menjadi kota songkok dan sarung. Dari catatan sejarah, pakaian kedua wali itu bukan sarung dan songkok, melainkan jubah panjang dengan sorban. Yang jelas hanyalah bahwa kerajinan sarung dan songkok itu kebanyakan memang merupakan industri rumahan-sudah dimulai sejak masa kolonial Belanda, yaitu sekitar tahun 1930-an.
***
GRESIK juga memiliki dua industri besar, yaitu industri semen PT Semen Gresik yang salah satu pabriknya berada di Tuban, Jawa Timur, dan industri pupuk PT Petrokimia Gresik. Meski penyerapan tenaga kerja pada kedua industri nasional itu cukup besar, namun masih sekitar 20 persen dari jumlah seluruh tenaga kerja di sektor industri wilayah itu, bekerja pada berbagaiindustri kecil yang ada. Hal ini tidak mengherankan, karena dari 5.081 unit industri yang ada di Kabupaten Gresik, sebanyak 4.651 unit merupakan industri kecil. Lokasi industri-industri kecil itu pun tersebar merata pada 18 kecamatan di Gresik.
Selain industri-industri kecil dan menengah di bidang pertenunan dengan produksi sarung dan songkok, di Gresik juga terdapat industri kerajinan rotan, industri anyaman dan bordir, dan industri tikar bawean yang terdapat di Pulau Bawean. Di samping itu, karena sepertiga wilayah
Gresik berada di pesisir pantai, kota ini pun terkenal dengan sektor perikanannya. Ikan bandeng adalah produk perikanan utama di kota ini.
Penelitian hari jadi Kota Gresik dilaksanakan oleh Tim Peneliti dan Penyusun Sejarah Hari Jadi Kota Gresik, diketuai oleh H. Machmoed Zain, S.H. Penelitian ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gresik Nomor 22 tahun 1990, tanggal 19 Maret 1990.
Dalam peneltian itu Tim peneliti berhasil menemukan tiga tonggak sejarah awal Kota Gresik dengan kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Kemudian diajukan pada DPRD Kabupaten Gresik. Ketiga tonggak sejarah itu adalah:
a. Pada tahun 1387 M, dimana nama Gresik untuk pertama kalinya tertulis dalam Prasasti Karang Bogem.
b. Pada tahun 1487 M (894 H), dimana nama Gresik mulai terkenal luas setelah penobatan Sunan Giri menjadi Raja Giri dengan gelar Prabu Satmata.
c. Pada tahun 1387 M, dimana telah mendarat seorang ulama bernama Maulana Malik Ibrahim di Gresik untuk menyebarkan agama Islam sambil berdagang, kemudian oleh raja Majapahit ditunjuk sebagai syahbandar Gresik sebagai penghubung antara penguasa dengan pedagang.
Dalam rapat DPRD tanggal 1 Agustus 1991, atas dasar tiga alternatif di atas dan berdasarkan Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gresik tanggal 3 Juli tahun 1991 Nomor 433/1202/403.24/91 tentang Rencana Penetapan Hari Jadi Kota Gresik tanggal 9 Maret 1487 M, maka diusulkan kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.
Pada akhir tahap pembahasan, maka anggota Pansus yang terdiri dari 17 orang memberikan keputusan, antara lain, 3 anggota memilih Prasasti Karang Bogem, 7 anggota memilih penobatan Sunan Giri sebagai Raja Giri, 1 anggota memilih awal kedatangan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, 3 anggota abstain, dan 3 anggota tidak hadir. Berdasarkan hasil itulah maka dikeluarkan Surat Keputusan DPRD Tingkat II Gresik Nomor KPTS/30/DPRD II/1991, tanggal 1 Agustus 1991, tentang hasil keputusan rapat penentuan Hari Jadi Kota Gresik tanggal 9 Maret 1487 M (12 Rabiul Awal 894 M).
Sebagai tindak lanjutnya, maka Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gresik mengeluarkan Surat Keputusan tanggal 2 November 1991 Nomor 248 tahun 1991 tentang penetapan Hari Jadi Kota Gresik tanggal 9 Maret 1487 M dan diumumkan dalam lembaran Daerah Kabupaten Gresik. (Soekarman, 2003).
Walaupun Hari Jadi Kota Gresik merupakan keputusan politik, namun ketika penobatan Sunan Giri sebagai raja, Giri/Gresik secara teoritis sudah memenuhi kriteria sebagai sebuah kota sebagaimana yang dikemukakan oleh Max Weber dan Cooling Wood, antara lain:
a. Memiliki wilayah yang jelas
b. Memiliki penduduk yang dinamis
c. Memiliki tata kota
d Memiliki tentara, prajurit, dan keamanan
e. Memiliki lembaga pendidikan
f. Memiliki kebudayaan dan seni
g. Memiliki pemimpin, penggerak ekonomi perdagangan, dan industri
h. Mengalami pertumbuhan dan perkembangan
i. Adanya kehidupan primer.
Dikutip dari :
www.depdagri.go.id
www.gresik.go.id
Tags: sejarah gresik
,
Gresik sudah dikenal sejak abad ke-11 ketika tumbuh menjadi pusat perdagangan tidak saja antar pulau, tetapi sudah meluas keberbagai Negara. Sebaga kota Bandar, Gresik banyak dikunjungi pedagang Cina, Arab, Gujarat, Kalkuta, Siam, Benggali, Campa dan lain-lain. Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya agama Islam di tanah Jawa. Pembawa dan penyebar agama islam tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11.
Konon menurut cerita ada seorang bayi asal Blambangan (Kabupaten Banyuwangi) yang dbuang ke laut oleh orang tuanya. Dan ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih, syahbandar kayaraya, yang kemudian diberi nama Jaka Samudra. Setelah perjaka bergelar Raden Paku yang kemudian menjadi penguasa pemerintahan yang berpusat di Giri Kedaton, dari tempat inilah beliau kemudian dikenal dengan panggilan Sunan Giri. Kalau Syech Maulana Malik Ibrahim pada jamannya dianggap sebagai para penguasa, tiang para raja dan menteri, maka Sunan Giri disamping kedudukannya sebagai seorang Sunan atau Wali (penyebar agama Islam) juga dianggap sebagai Sultan/Prabu (penguasa pemerintahan)
Sunan Giri dikenal menjadi salah satu tokoh Wali Songo ini, juga dikenal dengan prabu Satmoto atau Sultan Aiun Yaqin. Tahun dimana beliau dinobatkan sebagai penguasa pemerintahan (1487 M) akhirnya dijadikan sebagai hari lahirnya kota Gresik. Beliau memerintah gresik selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunanya sampai kurang lebih 200 tahun.
Menjabat sebagai bupati yang pertama adalah Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro pada tahun 1617 saka, yang jasadnya dimakamkan di komplek makam Poesponegoro di Jalan Pahlawan Gresik, satu komplek dengan makam Syech Maulana Malik Ibrahim.
Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Surabaya. Memasuki dilaksanakannya PP Nomor 38 Tahun 1974, seluruh kegiatan pemerintahan mulai berangsur-angsur dipindahkan ke Gresik dan namanya kemudian berganti dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik dengan pusat kegiatan di kota Gresik.
Kabupaten Gresik yang merupakan sub wilayah pengembangan bagian (SWPB) tidak terlepas dari kegiatan sub wilayah pengembangan Gerbang Kertosusilo (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan). Termasuk salah satu bagian dari 9 sub wilayah pengembangan Jawa Timur yang kegiatannya diarahkan pada sektor pertanian, industri, perdagangan, maritim, pendidikan dan industri wisata.
Dengan ditetapkannya Gresik sebagai bagian salah satu wilayah pengembangan Gerbangkertosusilo dan juga sebagai wilayah industri, maka kota Gresik menjadi lebih terkenal dan termashur, tidak saja di persada nusantara, tapi juga ke seluruh dunia yang di tandai dengan munculnya industri multi modern yang patut dibanggakan bangsa Indonesia.
Nama Resmi : Kabupaten Gresik
Ibukota : Gresik
Provinsi : Jawa Timur
Batas Wilayah : Utara: Laut Jawa
Selatan: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kota Surabaya
Barat: Kabupaten Lamongan
Timur: Selat Madura
Luas Wilayah : 1.192,25 Ha
Wilayah Administrasi :
Kecamatan: 18,
Desa: 330,
Kelurahan: 26
Kecamatan :
1 Wringinanom
2 Driyorejo
3 Kedamean
4 Balongpanggang
5 Benjeng
6 Menganti
7 Cerme
8 Duduksampeyan
9 Kebomas
10 Gresik
11 Manyar
12 Bungah
13 Sidayu
14 Dukun
15 Panceng
16 Ujungpangkah
17 Sangkapura
18 Tambak
Agama dan Industri
GRESIK terkenal karena dua orang penyebar agama Islam yang termasyhur di Pulau Jawa, yaitu Sunan Giri dan Sunan Gresik (atau Maulana Malik Ibrahim yang juga disebut Syekh Maghribi), dilahirkan, bekerja, dan dimakamkan di kota itu. Mereka ini merupakan dua di antara sembilan wali, atau Wali Sanga, penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak mengherankan kalau akibat kehadiran dua wali itu, kini di Gresik terdapat cukup banyak pondok pesantren, yang besar maupun yang kecil. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik tahun 2000, jumlah pesantren di kabupaten itu mencapai 60 buah dengan jumlah santri sebanyak 22.152 orang. Kehadiran pondok pesantren dengan para santrinya itu telah menciptakan lahan bisnis tersendiri bagi masyarakat Gresik, khususnya di bidang kebutuhan pakaian khas para santri laki-laki seperti kopiah dan sarung panjang.
Sarung dari Gresik, misalnya, sangat terkenal. Saat ini kebanyakan produksi sarung tersebut
dilakukan PT Behaestex (PT BHS). Dari tiga merek sarung PT BHS, yaitu Atlas, Rubat, dan
Marjan, merek Atlaslah yang menguasai pangsa pasar sarung Indonesia. Produk BHS itu ha-nya disaingi oleh produk-produk sarung dari Pekalongan dan Majalengka saja.
Selain sarung, industri kecil dan menengah di Kabupaten Gresik itu juga memproduksi songkok atau kopiah. Dua produk songkok yang cukup terkenal hingga keluar wilayah Gre-sik bahkan
mancanegara, adalah merek Awing-dikenal sebagai songkok ber-AC-produksi Kelompok Perajin Songkok Amanah, dan merek UD Sangkar Mas produksi Perajin Songkok Sangkar Mas. Jumlah perajin songkok dan sarung di wilayah yang terletak sekitar 20 kilometer baratlaut Kota
Surabaya itu, telah membuat Gresik menjadi salah satu sentra produksi songkok dan sa-rung
paling besar di Indonesia. Memang tidak jelas, mengapa kota pesisir pantai Laut Jawa ini dapat menjadi kota songkok dan sarung. Dari catatan sejarah, pakaian kedua wali itu bukan sarung dan songkok, melainkan jubah panjang dengan sorban. Yang jelas hanyalah bahwa kerajinan sarung dan songkok itu kebanyakan memang merupakan industri rumahan-sudah dimulai sejak masa kolonial Belanda, yaitu sekitar tahun 1930-an.
***
GRESIK juga memiliki dua industri besar, yaitu industri semen PT Semen Gresik yang salah satu pabriknya berada di Tuban, Jawa Timur, dan industri pupuk PT Petrokimia Gresik. Meski penyerapan tenaga kerja pada kedua industri nasional itu cukup besar, namun masih sekitar 20 persen dari jumlah seluruh tenaga kerja di sektor industri wilayah itu, bekerja pada berbagaiindustri kecil yang ada. Hal ini tidak mengherankan, karena dari 5.081 unit industri yang ada di Kabupaten Gresik, sebanyak 4.651 unit merupakan industri kecil. Lokasi industri-industri kecil itu pun tersebar merata pada 18 kecamatan di Gresik.
Selain industri-industri kecil dan menengah di bidang pertenunan dengan produksi sarung dan songkok, di Gresik juga terdapat industri kerajinan rotan, industri anyaman dan bordir, dan industri tikar bawean yang terdapat di Pulau Bawean. Di samping itu, karena sepertiga wilayah
Gresik berada di pesisir pantai, kota ini pun terkenal dengan sektor perikanannya. Ikan bandeng adalah produk perikanan utama di kota ini.
Penelitian hari jadi Kota Gresik dilaksanakan oleh Tim Peneliti dan Penyusun Sejarah Hari Jadi Kota Gresik, diketuai oleh H. Machmoed Zain, S.H. Penelitian ini berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gresik Nomor 22 tahun 1990, tanggal 19 Maret 1990.
Dalam peneltian itu Tim peneliti berhasil menemukan tiga tonggak sejarah awal Kota Gresik dengan kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Kemudian diajukan pada DPRD Kabupaten Gresik. Ketiga tonggak sejarah itu adalah:
a. Pada tahun 1387 M, dimana nama Gresik untuk pertama kalinya tertulis dalam Prasasti Karang Bogem.
b. Pada tahun 1487 M (894 H), dimana nama Gresik mulai terkenal luas setelah penobatan Sunan Giri menjadi Raja Giri dengan gelar Prabu Satmata.
c. Pada tahun 1387 M, dimana telah mendarat seorang ulama bernama Maulana Malik Ibrahim di Gresik untuk menyebarkan agama Islam sambil berdagang, kemudian oleh raja Majapahit ditunjuk sebagai syahbandar Gresik sebagai penghubung antara penguasa dengan pedagang.
Dalam rapat DPRD tanggal 1 Agustus 1991, atas dasar tiga alternatif di atas dan berdasarkan Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gresik tanggal 3 Juli tahun 1991 Nomor 433/1202/403.24/91 tentang Rencana Penetapan Hari Jadi Kota Gresik tanggal 9 Maret 1487 M, maka diusulkan kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.
Pada akhir tahap pembahasan, maka anggota Pansus yang terdiri dari 17 orang memberikan keputusan, antara lain, 3 anggota memilih Prasasti Karang Bogem, 7 anggota memilih penobatan Sunan Giri sebagai Raja Giri, 1 anggota memilih awal kedatangan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, 3 anggota abstain, dan 3 anggota tidak hadir. Berdasarkan hasil itulah maka dikeluarkan Surat Keputusan DPRD Tingkat II Gresik Nomor KPTS/30/DPRD II/1991, tanggal 1 Agustus 1991, tentang hasil keputusan rapat penentuan Hari Jadi Kota Gresik tanggal 9 Maret 1487 M (12 Rabiul Awal 894 M).
Sebagai tindak lanjutnya, maka Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gresik mengeluarkan Surat Keputusan tanggal 2 November 1991 Nomor 248 tahun 1991 tentang penetapan Hari Jadi Kota Gresik tanggal 9 Maret 1487 M dan diumumkan dalam lembaran Daerah Kabupaten Gresik. (Soekarman, 2003).
Walaupun Hari Jadi Kota Gresik merupakan keputusan politik, namun ketika penobatan Sunan Giri sebagai raja, Giri/Gresik secara teoritis sudah memenuhi kriteria sebagai sebuah kota sebagaimana yang dikemukakan oleh Max Weber dan Cooling Wood, antara lain:
a. Memiliki wilayah yang jelas
b. Memiliki penduduk yang dinamis
c. Memiliki tata kota
d Memiliki tentara, prajurit, dan keamanan
e. Memiliki lembaga pendidikan
f. Memiliki kebudayaan dan seni
g. Memiliki pemimpin, penggerak ekonomi perdagangan, dan industri
h. Mengalami pertumbuhan dan perkembangan
i. Adanya kehidupan primer.
Dikutip dari :
www.depdagri.go.id
www.gresik.go.id
Tags: sejarah gresik
,
Selasa, 26 Januari 2010
Cara Membuat File TAR.GZ di Windows
Dalam artikel ini saya akan membahas cara membuat file berekstensi TAR.GZ dengan menggunakan mesin Windows. Disini saya menggunakan tools opensource dari 7-zip Bisa kalian download secara gratis :)
OK ... berikut langkah yang saya lakukan :
1. Download 7-zip lalu Install.
2. Setelah proses Instalasi selesai, Pilih folder atau file yang akan anda jadikan .tar.gz archive. Lalu klik kanan dan pilih 7-zip > "ADD TO ARCHIVE.."
3. Pertama-tama kita membuat .tar archive, contoh : testing.tar. Pilih Archive Format "TAR"
4. Lalu setelah tercipta file testing.tar, klik kanan kembali pada file testing.tar > "ADD TO ARCHIVE" Kali ini kita pilih "GZIP" sebagai hasil akhir file. Untuk hasil compress yang maksimum pilih "ULTRA" dan level compress pilih "258" untuk Word size.
Dan File dengan Ekstensi TESTING.TAR.GZ pun siap disajikan =P
Sumber : http://www.tmsnetwork.org/blog/creating-targz-archive-easily-windows
Translate : http://margaluyu151-gresik.blogspot.com
OK ... berikut langkah yang saya lakukan :
1. Download 7-zip lalu Install.
2. Setelah proses Instalasi selesai, Pilih folder atau file yang akan anda jadikan .tar.gz archive. Lalu klik kanan dan pilih 7-zip > "ADD TO ARCHIVE.."
3. Pertama-tama kita membuat .tar archive, contoh : testing.tar. Pilih Archive Format "TAR"
4. Lalu setelah tercipta file testing.tar, klik kanan kembali pada file testing.tar > "ADD TO ARCHIVE" Kali ini kita pilih "GZIP" sebagai hasil akhir file. Untuk hasil compress yang maksimum pilih "ULTRA" dan level compress pilih "258" untuk Word size.
Dan File dengan Ekstensi TESTING.TAR.GZ pun siap disajikan =P
Sumber : http://www.tmsnetwork.org/blog/creating-targz-archive-easily-windows
Translate : http://margaluyu151-gresik.blogspot.com
Minggu, 24 Januari 2010
¤ KEPEKAAN ¤
Perjalanan Menuju Puncak Kekosongan
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/perjalanan-menuju-puncak-kekosongan.html
¤ Sebuah Kepekaan…
Apa yang kita rasakan pertama adalah yang saya sebut sebagai kepekaan. Kepekaan ini …biasanya datang dengan begitu tiba -tiba, terutama ketika teriakan-teriakan di dalam jiwa kita mulai membeku oleh hadirnya sang malam. Kita akan bertanya pada diri kita sendiri, mengapa ia datang tanpa mengetuk pintu kesadaran kita terlebih dahulu?
Untuk memperkenalkan dirinya, ia tidaklah perlu mengetuk pintu dulu. Ia… sang kepekaan itu lebih senang mendobrak langsung pintu kesadaran kita, karena dalam kehidupan sehari-hari kita sudah terlalu sering hidup terkungkung di dalam dunia manusia. Ia ingin kita lebih memperhatikan dirinya daripada segala hal dalam dunia manusia tersebut. Ia juga lebih suka menjumpai kita, bukan pada saat suasana hati kita baik ataupun buruk, tetapi justru pada saat perasaan hati kita sedang apa adanya. Ia datang dan memberi tanda bahwa di dalam diri kita masih memiliki dan didasari oleh eksistensi manusia yang sebenarnya. Dan pernah suatu saat, ketika diri kita sedang akrab dengannya, ia membisikkan bahwa setiap manusia memiliki eksistensi ini, marilah kita bersama-sama mencarinya. Sungguh sebuah keinginan yang sangat mulia.
Bagi orang awam yang jarang bertemu atau bahkan belum penah kenal dengan kepekaan ini, ia akan muncul di hadapannya dalam sebuah bentuk ketakutan yang tiba-tiba. Orang-orang ini merasa bahwa ia telah takluk pada dunia yang sebenarnya. Mengapa dikatakan demikian? Karena di dalam kepekaan ini kita akan menemukan juga sebuah rasa cemas. Kecemasan ini bukanlah sebuah rasa takut terhadap segala hal yang ada di dalam dunia manusia sehari-hari. Misalnya kita takut ditabrak mobil, ditodong pencuri atau kehilangan seseorang. Bukan ketakutan/kecemasan yang seperti itu yang dimaksudkan di sini. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Heidegger, bahwa kecemasan ini… lebih kepada sebuah rasa yang paling asasi, yang paling dasar dan merupakan kunci guna mengetahui keberadaan kita yang terdalam. Kecemasan ini adalah mengenai diri sendiri.
Bagi orang awam, latar belakang kecemasan ini adalah pengalaman yang cukup umum dan samar-samar, dimana pengalaman itu menjadikan kita tiba-tiba merasa sendirian, dikepung oleh kekosongan hidup dan kita merasa seolah seluruh hidup kita tiada artinya lagi. Inilah yang kemudian selalu dihindari oleh orang -orang awam tersebut. Mereka semua tidak mampu untuk tinggal di dalam kekosongan hidup atau ketiadaan arti itu. Mereka merasa harus cepat-cepat keluar dari kondisi mental tersebut, karena jika lebih lama lagi tinggal di sana, mereka merasa seolah akan ditelan oleh dunia ini, yang sebenarnya adalah dunia fenomena murni itu sendiri.
Mengapa mereka tidak dapat tinggal lebih lama dalam kondisi kekosongan seperti itu? Ini dikarenakan mereka semua telah mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup mereka. Setiap hal yang dialami di sepanjang hidup mereka dalam dunia manusia, telah ditenggelamkan di bawah kesadarannya. Sehingga mereka merasa sangat asing, ketika berada dalam kondisi kekosongan mental tadi. Bahkan sesaat ketika mereka ingin meninggalkan kekosongan dari ketiadaan arti tersebut, mereka pun tidak mampu melontarkan sebuah pertanyaan ke dalam diri mereka sendiri: ”mengapa kita harus keluar dari sini ?”. Apakah ini menandakan bahwa mereka tidak akan pernah bertemu dengan kekosongan tersebut? Tidaklah demikian, karena akan ada saatnya nanti, ia… sang kepekaan itu… akan menghadirkan dirinya.
Perlu ditegaskan pula bahwa kecemasan ini bersifat relatif. Manusia yang selalu hidup dalam dunia mereka sendiri dan semakin mengikuti perayaan-perayaan yang ada di dalamnya, maka akan semakin pula mereka merasakan kecemasan. Karena mereka sudah jauh dari dunia eksistensi yang sebenarnya dan begitu pula sebaliknya.
Jadi, kecemasan ini bukan ketakutan terhadap sesuatu yang ada di dunia manusia ini, tetapi ketakutan pada dunia yang sebenarnya itu sendiri.
Bagi saya sendiri, pada saat-saat pertama kali ketika saya mengalami kepekaan ini, rasa cemas itu sudah mengecilkan diri dahulu sebelum tampil di hadapan saya. Ia seperti nya tidak cukup kaya untuk mengembalikan saya pada dunia manusia. Maka dengan sendirinya saya dapat melihat dengan jelas, sesuatu yang berdiri di belakang perasaan itu?
Saya dapat terjun ke dunia di balik perasaan cemas itu untuk melihat sesuatu yang penuh makna dan saya dapat kembali ke dunia manusia dengan membawa sedikit pelajaran dari-nya yang selalu tidak saya sadari.
Awalnya… saya kira ini hanyalah pengalaman hidup biasa dan juga dialami setiap orang di dunia ini, sehingga hal ini dirasakan tidak penting bagiku, dan juga masih asing untuk saya saat itu.
Tapi perjalanan hidup menuntun dan menunjukkan pada saya bahwa ada sesuatu yang lain di dalam kondisi itu. Kondisi tersebut lama kelamaan juga semakin tampil jelas di belakang dunia manusia sehari-hari. Dan hal ini sungguh aneh. Ada semacam konektisitas antara penglihatan saya terhadap apa yang berdiri di balik rasa cemas itu dengan sebuah gerak yang ada di belakang atau yang mendasari dunia manusia sehari-hari.
Hal ini kemudian membuat saya semakin sering dijumpai oleh kepekaan itu dan saya sendiri untuk saat itu belum cukup mampu untuk membuat suatu janji pertemuan dengan-nya. Kemudian sang kepekaan itu sendiri yang sering datang menjumpai saya dan menginginkan saya mengenal lebih dalam lagi sesuatu yang berada di balik dirinya?!
Semakin hari, kepekaan ini semakin sering muncul dan semakin pula ketakutan serta kecemasan itu mengecil dan sirna. Secara tanpa sadar, sebenarnya saya sudah mulai menyingkirkan banyak hal dalam dunia manusia, yang sering disamarkan oleh manusia ke dalam sistem dan nilai-nilai selama ini.
Pada saat seperti ini saya belum dapat bertanya ”dari mana” dan ”ke mana” kepekaan ini akan membawa saya? Yang pasti ia sering hadir dan semakin memperlihatkan kepada saya sebuah kebermaknaan yang masih tertutup rapat oleh sejumlah kekerdilan dari rasa cemas. Walaupun kecemasan ini dihindari oleh sebagian besar orang awam, tapi bagi saya saat itu . . . dan mari kita lihat bersama - sama: ketika kita berdamai dengannya, ia perlahan-lahan akan mengendapkan dirinya dan menjadi tenang. Dengan segera ia akan menemukan sebuah jalan baru yang saya sebut sebagai sebuah keterbukaan.
Keterbukaan dan Kekaguman…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/keterbukaan-dan-kekaguman.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/perjalanan-menuju-puncak-kekosongan.html
¤ Sebuah Kepekaan…
Apa yang kita rasakan pertama adalah yang saya sebut sebagai kepekaan. Kepekaan ini …biasanya datang dengan begitu tiba -tiba, terutama ketika teriakan-teriakan di dalam jiwa kita mulai membeku oleh hadirnya sang malam. Kita akan bertanya pada diri kita sendiri, mengapa ia datang tanpa mengetuk pintu kesadaran kita terlebih dahulu?
Untuk memperkenalkan dirinya, ia tidaklah perlu mengetuk pintu dulu. Ia… sang kepekaan itu lebih senang mendobrak langsung pintu kesadaran kita, karena dalam kehidupan sehari-hari kita sudah terlalu sering hidup terkungkung di dalam dunia manusia. Ia ingin kita lebih memperhatikan dirinya daripada segala hal dalam dunia manusia tersebut. Ia juga lebih suka menjumpai kita, bukan pada saat suasana hati kita baik ataupun buruk, tetapi justru pada saat perasaan hati kita sedang apa adanya. Ia datang dan memberi tanda bahwa di dalam diri kita masih memiliki dan didasari oleh eksistensi manusia yang sebenarnya. Dan pernah suatu saat, ketika diri kita sedang akrab dengannya, ia membisikkan bahwa setiap manusia memiliki eksistensi ini, marilah kita bersama-sama mencarinya. Sungguh sebuah keinginan yang sangat mulia.
Bagi orang awam yang jarang bertemu atau bahkan belum penah kenal dengan kepekaan ini, ia akan muncul di hadapannya dalam sebuah bentuk ketakutan yang tiba-tiba. Orang-orang ini merasa bahwa ia telah takluk pada dunia yang sebenarnya. Mengapa dikatakan demikian? Karena di dalam kepekaan ini kita akan menemukan juga sebuah rasa cemas. Kecemasan ini bukanlah sebuah rasa takut terhadap segala hal yang ada di dalam dunia manusia sehari-hari. Misalnya kita takut ditabrak mobil, ditodong pencuri atau kehilangan seseorang. Bukan ketakutan/kecemasan yang seperti itu yang dimaksudkan di sini. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Heidegger, bahwa kecemasan ini… lebih kepada sebuah rasa yang paling asasi, yang paling dasar dan merupakan kunci guna mengetahui keberadaan kita yang terdalam. Kecemasan ini adalah mengenai diri sendiri.
Bagi orang awam, latar belakang kecemasan ini adalah pengalaman yang cukup umum dan samar-samar, dimana pengalaman itu menjadikan kita tiba-tiba merasa sendirian, dikepung oleh kekosongan hidup dan kita merasa seolah seluruh hidup kita tiada artinya lagi. Inilah yang kemudian selalu dihindari oleh orang -orang awam tersebut. Mereka semua tidak mampu untuk tinggal di dalam kekosongan hidup atau ketiadaan arti itu. Mereka merasa harus cepat-cepat keluar dari kondisi mental tersebut, karena jika lebih lama lagi tinggal di sana, mereka merasa seolah akan ditelan oleh dunia ini, yang sebenarnya adalah dunia fenomena murni itu sendiri.
Mengapa mereka tidak dapat tinggal lebih lama dalam kondisi kekosongan seperti itu? Ini dikarenakan mereka semua telah mengambil sebuah keputusan besar dalam hidup mereka. Setiap hal yang dialami di sepanjang hidup mereka dalam dunia manusia, telah ditenggelamkan di bawah kesadarannya. Sehingga mereka merasa sangat asing, ketika berada dalam kondisi kekosongan mental tadi. Bahkan sesaat ketika mereka ingin meninggalkan kekosongan dari ketiadaan arti tersebut, mereka pun tidak mampu melontarkan sebuah pertanyaan ke dalam diri mereka sendiri: ”mengapa kita harus keluar dari sini ?”. Apakah ini menandakan bahwa mereka tidak akan pernah bertemu dengan kekosongan tersebut? Tidaklah demikian, karena akan ada saatnya nanti, ia… sang kepekaan itu… akan menghadirkan dirinya.
Perlu ditegaskan pula bahwa kecemasan ini bersifat relatif. Manusia yang selalu hidup dalam dunia mereka sendiri dan semakin mengikuti perayaan-perayaan yang ada di dalamnya, maka akan semakin pula mereka merasakan kecemasan. Karena mereka sudah jauh dari dunia eksistensi yang sebenarnya dan begitu pula sebaliknya.
Jadi, kecemasan ini bukan ketakutan terhadap sesuatu yang ada di dunia manusia ini, tetapi ketakutan pada dunia yang sebenarnya itu sendiri.
Bagi saya sendiri, pada saat-saat pertama kali ketika saya mengalami kepekaan ini, rasa cemas itu sudah mengecilkan diri dahulu sebelum tampil di hadapan saya. Ia seperti nya tidak cukup kaya untuk mengembalikan saya pada dunia manusia. Maka dengan sendirinya saya dapat melihat dengan jelas, sesuatu yang berdiri di belakang perasaan itu?
Saya dapat terjun ke dunia di balik perasaan cemas itu untuk melihat sesuatu yang penuh makna dan saya dapat kembali ke dunia manusia dengan membawa sedikit pelajaran dari-nya yang selalu tidak saya sadari.
Awalnya… saya kira ini hanyalah pengalaman hidup biasa dan juga dialami setiap orang di dunia ini, sehingga hal ini dirasakan tidak penting bagiku, dan juga masih asing untuk saya saat itu.
Tapi perjalanan hidup menuntun dan menunjukkan pada saya bahwa ada sesuatu yang lain di dalam kondisi itu. Kondisi tersebut lama kelamaan juga semakin tampil jelas di belakang dunia manusia sehari-hari. Dan hal ini sungguh aneh. Ada semacam konektisitas antara penglihatan saya terhadap apa yang berdiri di balik rasa cemas itu dengan sebuah gerak yang ada di belakang atau yang mendasari dunia manusia sehari-hari.
Hal ini kemudian membuat saya semakin sering dijumpai oleh kepekaan itu dan saya sendiri untuk saat itu belum cukup mampu untuk membuat suatu janji pertemuan dengan-nya. Kemudian sang kepekaan itu sendiri yang sering datang menjumpai saya dan menginginkan saya mengenal lebih dalam lagi sesuatu yang berada di balik dirinya?!
Semakin hari, kepekaan ini semakin sering muncul dan semakin pula ketakutan serta kecemasan itu mengecil dan sirna. Secara tanpa sadar, sebenarnya saya sudah mulai menyingkirkan banyak hal dalam dunia manusia, yang sering disamarkan oleh manusia ke dalam sistem dan nilai-nilai selama ini.
Pada saat seperti ini saya belum dapat bertanya ”dari mana” dan ”ke mana” kepekaan ini akan membawa saya? Yang pasti ia sering hadir dan semakin memperlihatkan kepada saya sebuah kebermaknaan yang masih tertutup rapat oleh sejumlah kekerdilan dari rasa cemas. Walaupun kecemasan ini dihindari oleh sebagian besar orang awam, tapi bagi saya saat itu . . . dan mari kita lihat bersama - sama: ketika kita berdamai dengannya, ia perlahan-lahan akan mengendapkan dirinya dan menjadi tenang. Dengan segera ia akan menemukan sebuah jalan baru yang saya sebut sebagai sebuah keterbukaan.
Keterbukaan dan Kekaguman…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/keterbukaan-dan-kekaguman.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
Kamis, 21 Januari 2010
PERJALANAN MENUJU PUNCAK KEKOSONGAN
¤ Keadaan Manusia Sehari hari… Sebuah Fenomena Kehidupan…
Perjalanan hidup manusia pada dasarnya sangatlah ditentukan oleh apa yang telah ada di dalam dunia. Pada saat pertama kali kita dihadirkan ke dalam dunia ini sebagai seorang bayi, kita hanyalah seperti seonggok daging yang di-lemparkan begitu saja untuk menerima keadaan tertentu. Keadaan inilah yang kemudian saling merangkai diri untuk mencetakkan sebuah sifat dasar ke dalam diri kita yang sebenarnya berlangsung tiada akhir. Tidakkah kemudian kita rasakan ketika proses ini berlangsung, kita berhadapan dengan sejumlah pertanyaan tentang kehidupan? Seandainya pertanyaan seperti ini tidak pernah terlontar di dalam hati kita sendiri, berarti kita telah mengambil sebuah keputusan besar secara tanpa sadar atas sifat dasar yang selama ini berada di dalam hidup kita.
Kita telah membuat kaku diri kita sendiri dengan keadaan tersebut. Semua itu seperti sebuah keadaan besar yang diambil dengan berpegangan pada keadaan lainnya, dan sebenarnya keadaan lainnya ini juga berpegangan pada keadaan lainnya lagi, dan seterusnya. Lalu apa artinya keadaan yang berlangsung di sepanjang hidup kita itu? Sebenarnya ia hanyalah berarti, kalau kita berpegang pada sebuah keadaan tertentu dan membuang keadaan lainnya. Padahal keadaan lain itu milik orang lain. Akhirnya, tumbuhlah sejumlah kata-kata muluk seperti subjektivitas, objektivitas, konflik, persetujuan, aturan-aturan dan sebagainya. Seandainya kita menyadari semua hal ini, hal-hal yang definitif di atas tidak akan pernah terjadi dan sejumlah pertanyaan tentang hidup manusia akan tampil ke depan untuk menengahi semua keadaan tersebut. Maka, terjunlah ke dalam pertanyaan tentang kehidupan tadi, kita akan melihat bahwa sejak awal manusia sudah diikatkan pada sekumpulan tanggung jawab yang seperti tiada habisnya. Dan ketika semua tanggung jawab tersebut terpenuhi, kita akan memasuki akar kehidupan yang sebenarnya.
Lalu bagaimana kita bisa tahu kalau kita tidak berpegang pada apapun? Bukankah di dalam diri kita sudah terisi penuh oleh skenario-skenario kehidupan manusia? Ini memang benar. Oleh sebab itu amatilah perjalanan hidup kita. Akan tiba saat-saat dimana pegangan itu mulai meregang dan skenario - skenario itu mulai luntur. Kemudian akan tiba pula saatnya dimana keramaian di dalam hati kita menjadi surut seiring menjelangnya malam. Tidakkah kemudian kita mendengar juga sebuah bisikan berdengung di dalam nurani kita?, pada saat subuh merangkak di hadapan kita? Ya…, itu adalah sebuah bisikan kesunyian, yang akan menjadi penuh makna jika kita selami. Tapi bagi orang-orang yang tidak dapat meregangkan pegangan-nya di siang maupun malam hari, bisikan ini akan memunculkan diri dengan tiba-tiba pada saat yang tepat dengan sebuah bentuk ketakutan. Terutama ketika orang itu terlempar keluar dari lautan ide manusia.
Maka, apa yang saya sebut sebagai sebuah jalan masuk terbaik untuk saat ini, adalah menanggapi arus kepekaan yang hadir melalui bisikan murni tadi. Andaikan kita peka akan fenomena itu, berarti kita telah memasuki sebuah gerbang awal dari sebuah perjalanan mental yang panjang menuju
sebuah fenomena dunia yang sebenarnya.
Sebuah Kepekaan…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/kepekaan.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
Perjalanan hidup manusia pada dasarnya sangatlah ditentukan oleh apa yang telah ada di dalam dunia. Pada saat pertama kali kita dihadirkan ke dalam dunia ini sebagai seorang bayi, kita hanyalah seperti seonggok daging yang di-lemparkan begitu saja untuk menerima keadaan tertentu. Keadaan inilah yang kemudian saling merangkai diri untuk mencetakkan sebuah sifat dasar ke dalam diri kita yang sebenarnya berlangsung tiada akhir. Tidakkah kemudian kita rasakan ketika proses ini berlangsung, kita berhadapan dengan sejumlah pertanyaan tentang kehidupan? Seandainya pertanyaan seperti ini tidak pernah terlontar di dalam hati kita sendiri, berarti kita telah mengambil sebuah keputusan besar secara tanpa sadar atas sifat dasar yang selama ini berada di dalam hidup kita.
Kita telah membuat kaku diri kita sendiri dengan keadaan tersebut. Semua itu seperti sebuah keadaan besar yang diambil dengan berpegangan pada keadaan lainnya, dan sebenarnya keadaan lainnya ini juga berpegangan pada keadaan lainnya lagi, dan seterusnya. Lalu apa artinya keadaan yang berlangsung di sepanjang hidup kita itu? Sebenarnya ia hanyalah berarti, kalau kita berpegang pada sebuah keadaan tertentu dan membuang keadaan lainnya. Padahal keadaan lain itu milik orang lain. Akhirnya, tumbuhlah sejumlah kata-kata muluk seperti subjektivitas, objektivitas, konflik, persetujuan, aturan-aturan dan sebagainya. Seandainya kita menyadari semua hal ini, hal-hal yang definitif di atas tidak akan pernah terjadi dan sejumlah pertanyaan tentang hidup manusia akan tampil ke depan untuk menengahi semua keadaan tersebut. Maka, terjunlah ke dalam pertanyaan tentang kehidupan tadi, kita akan melihat bahwa sejak awal manusia sudah diikatkan pada sekumpulan tanggung jawab yang seperti tiada habisnya. Dan ketika semua tanggung jawab tersebut terpenuhi, kita akan memasuki akar kehidupan yang sebenarnya.
Lalu bagaimana kita bisa tahu kalau kita tidak berpegang pada apapun? Bukankah di dalam diri kita sudah terisi penuh oleh skenario-skenario kehidupan manusia? Ini memang benar. Oleh sebab itu amatilah perjalanan hidup kita. Akan tiba saat-saat dimana pegangan itu mulai meregang dan skenario - skenario itu mulai luntur. Kemudian akan tiba pula saatnya dimana keramaian di dalam hati kita menjadi surut seiring menjelangnya malam. Tidakkah kemudian kita mendengar juga sebuah bisikan berdengung di dalam nurani kita?, pada saat subuh merangkak di hadapan kita? Ya…, itu adalah sebuah bisikan kesunyian, yang akan menjadi penuh makna jika kita selami. Tapi bagi orang-orang yang tidak dapat meregangkan pegangan-nya di siang maupun malam hari, bisikan ini akan memunculkan diri dengan tiba-tiba pada saat yang tepat dengan sebuah bentuk ketakutan. Terutama ketika orang itu terlempar keluar dari lautan ide manusia.
Maka, apa yang saya sebut sebagai sebuah jalan masuk terbaik untuk saat ini, adalah menanggapi arus kepekaan yang hadir melalui bisikan murni tadi. Andaikan kita peka akan fenomena itu, berarti kita telah memasuki sebuah gerbang awal dari sebuah perjalanan mental yang panjang menuju
sebuah fenomena dunia yang sebenarnya.
Sebuah Kepekaan…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/kepekaan.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan
Selasa, 19 Januari 2010
¤¤ ¤ SEKILAS SEJARAH SUNAN GIRI ¤ ¤¤ (JOKO SAMUDRO)
Sunan Giri adalah nama salah seorang Walisongo dan pendiri kerajaan Giri Kedaton, yang berkedudukan di daerah Gresik, Jawa Timur. Ia lahir di Blambangan tahun 1442. Sunan Giri memiliki beberapa nama panggilan, yaitu Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden 'Ainul Yaqin dan Joko Samudra. Ia dimakamkan di desa Giri, Kebomas,Gresik.\
Kisah Nama JOKO SAMUDRO
Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahirannya dianggap telah membawa kutukan berupa wabah penyakit di wilayah tersebut. Dipaksa untuk membuang anaknya, Dewi Sekardadu menghanyutkannya ke laut.
Kemudian, bayi tersebut ditemukan oleh sekelompok awak kapal (pelaut) dan dibawa ke Gresik. Di Gresik, dia diadopsi oleh seorang saudagar perempuan pemilik kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut, dia menamakan bayi tersebut JOKO SAMUDRO.
Ketika sudah cukup dewasa, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk belajar agama kepada Sunan Ampel. Tak berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid kesayangannya itu. Kemudian, Sunan Ampel mengirimnya dan Makdhum Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayah Joko Samudra. Di sinilah, Joko Samudra, yang ternyata bernama Raden Paku, mengetahui asal-muasal dan alasan mengapa dia dulu dibuang.
~***~
Beliau memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Jawa. Ia kemudian mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.
Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
.
Kisah Nama JOKO SAMUDRO
Sunan Giri merupakan buah pernikahan dari Maulana Ishaq, seorang mubaligh Islam dari Asia Tengah, dengan Dewi Sekardadu, putri Menak Sembuyu penguasa wilayah Blambangan pada masa-masa akhir Majapahit. Namun kelahirannya dianggap telah membawa kutukan berupa wabah penyakit di wilayah tersebut. Dipaksa untuk membuang anaknya, Dewi Sekardadu menghanyutkannya ke laut.
Kemudian, bayi tersebut ditemukan oleh sekelompok awak kapal (pelaut) dan dibawa ke Gresik. Di Gresik, dia diadopsi oleh seorang saudagar perempuan pemilik kapal, Nyai Gede Pinatih. Karena ditemukan di laut, dia menamakan bayi tersebut JOKO SAMUDRO.
Ketika sudah cukup dewasa, Joko Samudra dibawa ibunya ke Surabaya untuk belajar agama kepada Sunan Ampel. Tak berapa lama setelah mengajarnya, Sunan Ampel mengetahui identitas sebenarnya dari murid kesayangannya itu. Kemudian, Sunan Ampel mengirimnya dan Makdhum Ibrahim (Sunan Bonang), untuk mendalami ajaran Islam di Pasai. Mereka diterima oleh Maulana Ishaq yang tak lain adalah ayah Joko Samudra. Di sinilah, Joko Samudra, yang ternyata bernama Raden Paku, mengetahui asal-muasal dan alasan mengapa dia dulu dibuang.
~***~
Beliau memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai. Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia dijuluki Sunan Giri.
Setelah tiga tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden 'Ainul Yaqin kembali ke Jawa. Ia kemudian mendirikan sebuah pesantren giri di sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan Giri.
Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan Agung.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu. Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan Amangkurat II pada Abad 18.Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.
.
Selasa, 12 Januari 2010
AZAS DAN PEDOMAN SUCI
AZAS DAN PEDOMAN SUCI
Azas :
1. Membela dan melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila
2. Menggembleng badaniyah dan rokhaniyah putra-putri guna menuju kesehatan
3. Memayu rahayung Jagad dan membina Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pedoman Suci :
Bismillahirrohmannirrohim,
Demi ALLAH, saya sebagai warga Gerak Badan Pencak " Margaluyu 151 " bersumpah dan berjanji akan selalu mentaati Pedoman Suci Gerak Badan Pencak " Margalutu 151 " disepanjang zaman :
1. Membela dan Melaksanakan Keadilan serta Kebenaran yang sesuai dengan norma norma pergaulan.
2. Melaksanakan dan sekaligus patuh pada Pemerintah Negara
3. Selalu taat dan patuh serta menjalankan pekerjaan Wajib
4. Memaafkan kesalahan orang lain
5. Tak akan bercerita pada orang lain sebelum dirinya mengerti dan merasakan sendiri
6. Tak akan menghina dan merendahkan orang lain
7. Tak akan sombong, irihati serta khilaf diri
8. Selalu bersujud dan berbakti kepada :
• Tuhan Yang Maha Esa
• Ibu – Bapak
• Kepala Negara
• Guru serta orang yang lebih tua
Semoga Tuhan yang Maha Esa, selalu Memayungi dan Menganugrahi Rahmatnya serta sekaligus memberi Hukuman yang setimpal kepada Warga Margaluyu 151 yang melanggar dan menodai Pedoman Suci yang Luhur dan Agung ini
Amin … Amin … Amin…
Azas :
1. Membela dan melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila
2. Menggembleng badaniyah dan rokhaniyah putra-putri guna menuju kesehatan
3. Memayu rahayung Jagad dan membina Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Pedoman Suci :
Bismillahirrohmannirrohim,
Demi ALLAH, saya sebagai warga Gerak Badan Pencak " Margaluyu 151 " bersumpah dan berjanji akan selalu mentaati Pedoman Suci Gerak Badan Pencak " Margalutu 151 " disepanjang zaman :
1. Membela dan Melaksanakan Keadilan serta Kebenaran yang sesuai dengan norma norma pergaulan.
2. Melaksanakan dan sekaligus patuh pada Pemerintah Negara
3. Selalu taat dan patuh serta menjalankan pekerjaan Wajib
4. Memaafkan kesalahan orang lain
5. Tak akan bercerita pada orang lain sebelum dirinya mengerti dan merasakan sendiri
6. Tak akan menghina dan merendahkan orang lain
7. Tak akan sombong, irihati serta khilaf diri
8. Selalu bersujud dan berbakti kepada :
• Tuhan Yang Maha Esa
• Ibu – Bapak
• Kepala Negara
• Guru serta orang yang lebih tua
Semoga Tuhan yang Maha Esa, selalu Memayungi dan Menganugrahi Rahmatnya serta sekaligus memberi Hukuman yang setimpal kepada Warga Margaluyu 151 yang melanggar dan menodai Pedoman Suci yang Luhur dan Agung ini
Amin … Amin … Amin…
Minggu, 10 Januari 2010
ASAL USUL TAAT DAN MAKSIAT
Keluarlah dirimu dari sifat-sifat nafsu kemanusiaan mu, sifat-sifat yang bisa merusak ubudiyah mu, agar panggilan Allah bisa di respon positif dan kedekatan dengan Allah senantiasa hadir.
Sehari-hari kita sering mengucapkan kata-kata seperti "......itukan manusiawi...", atau wajarlah kita sebagai manusia...dsb.
Yang sesungguhnya merupakan ekspresi dari sisi-sisi nafsu kita yang bicara, ketika kita mencari dalih pembenaran atas kesalahan kita.
Sifat-sifat manusiawi yang sering kita jadikan alibi , itulah yang sesungguhnya berkembang secara negatif dalam pertumbuhan spiritual kita. pada saat yang sama jelas menghambat hubungan kita degan Allah swt.
Hikmah di atas sebagai kelanjutan dari masalah hijab, masalah yang menghalangi pandangan mata hati kita kepada Allah. Oleh sebab itu element yang perlu di angkat berikutnya tentu bagaimana seseorang bisa keluar dari hijab dirinya sendiri, yg bersarang pada sifat-sifat manusiawi diatas.
Menurut Syeikh Zaruq, sifat-sifat manusiawi itu terbagi menjadi 2 bagian:
Pertama: Sifat-sifat relevan dengan Ubudiyah, seperti sifat ta'at, menjaga jiwa, maupun sifat yang terpuji.
Kedua: Sifat yang bisa merusak Ubudiyah sperti maksiat, syahwat dan ke alpaan.
Dimaksudkan keluar dari sifat manusiawi adalah sifat yang mendorong seseorang untuk alpa, maksiat dan syahwat. itulah yang merusak (destruktif) terhadap ibadah. sekaligus juga menjauhkan kehadiran Ilahi di hari kita.
Keluarnya "Diri" itu merupakan syarat dari panggilan Ilahi.
Orang yang di penuhi oleh hawa nafsunya tidak akan mendengar panggilan Ilahi dan cenderung melempar jauh-jauh suara Ilahiyah itu. Misalnya panggilanNya: "Wahai orang-orang beriman....Wahai Ummat manusia...Wahai Nabi....Wahai Insan... dsb. Yang senantiasa bergema di telinga hati kita.
Ja'far ash-Shadiq ra, pernah berkata bila kamu mendengar panggilan: "Wahai orang-orang beriman....., maka simaklah, sebab panggilan itu berisi perintah atau larangan". Jawaban atas Ilahi itu terbagi dalam 3 hal:
- Membenarkan
- Mengamalkannya
- Hasratnya hanya untuk Allah dalam mengamalkannya itu.
Sultonul Aulia Syeikh Abul Hasan As-Syadzily, menegaskan, "Apabila Allah memuliakan hambanya dalam gerak dan diamnya maka Allah memberikan bagian Ubudiayahnya hanya untuk Allah dalam pandangan hatinya, sedangkan bagian-bagian gerak hawa nafsunya di tutupi". Allah menjadikan si hamba itu senantiasa keluar masuk, bolak-balik dalam situasi Ubudiyah sementara hasrat hawa nafsunya tertutupi oleh nuansa yang berlangsung dalam takdir yang menyelimuti, bahkan sama sekali tidak berpaling pada nfsu itu.
Sebaliknya apabila Allah merendahkan seorang hamba dalam gerak dan diamnya maka hasrat nafsunya di buka dan hasrat Ubudiyahnya di tutup, lalu hamba itu berputar-putar pada syawat nafsunya, sedangkan Ubudiyahnya seakan-akan lepas dari dirinya. Walaupun kelihatan secara lahiriyah dia beribadah.
Dari sinilah Ibnu Atha'ilah melanjutkan bahwa nafsu itulah sumber segala bencana.
"Asal usul maksiat, syahwat dan kealpaan, adalah kerelaan kita pada nafsu".
Apakah maksiat itu? maksiat adalah tindakan yang meyimpang dari perintah Allah dan menerjang laranganNYA. Sedangkan menuruti hawa nafsu itu berarti menyalurkan kompensasi nafsu untuk mencari kesenangan. Sementara di maksud dengan kealpaan adalah mengabaikan tindakan sunnah dan wajib, begitu juga ketika melakukan kewajiban disertai orientasi hawa nafsu, tergolong kealpaan pula.
Kerelaan terhadap hawa nafsu itu tanda-tandanya ada 3:
- Melihat kebenaran menurut selera dirinya.
- Memanjakan nafsu.
- Memejamkan mata dari aib-aib nafsu itu sendiri. Sehingga jauh dari penyucian jiwa.
Sebaliknya asal-usul ketaatan, mawas diri dan sadar diri adalah ketidakrelaan pada nafsu. Tanda ketidakrelaan kita pada nafsu adalah :
- Curiga pada siasat nafsu.
- Waspada pada bahayanya.
- Dan menekan nafsu dalam berbagai kesempatan.
Abu Hafs Al-Haddad ra, berkata siapa yang tidak curiga pada nafsunya sepanjang waktu, tidak menetangnya dalam semua prilaku, tidak menekannya padahari-harinya, maka orang itu telah terpedaya. Siapa yang memandang nafsu itu denagn pandangan yang indah, maka nafsu itu telah menghancurkan dirinya. Bagaimana orang yang waras akalnya akan rela pada nafsunya.
Oleh: KH. M luqman Hakim MA
Sehari-hari kita sering mengucapkan kata-kata seperti "......itukan manusiawi...", atau wajarlah kita sebagai manusia...dsb.
Yang sesungguhnya merupakan ekspresi dari sisi-sisi nafsu kita yang bicara, ketika kita mencari dalih pembenaran atas kesalahan kita.
Sifat-sifat manusiawi yang sering kita jadikan alibi , itulah yang sesungguhnya berkembang secara negatif dalam pertumbuhan spiritual kita. pada saat yang sama jelas menghambat hubungan kita degan Allah swt.
Hikmah di atas sebagai kelanjutan dari masalah hijab, masalah yang menghalangi pandangan mata hati kita kepada Allah. Oleh sebab itu element yang perlu di angkat berikutnya tentu bagaimana seseorang bisa keluar dari hijab dirinya sendiri, yg bersarang pada sifat-sifat manusiawi diatas.
Menurut Syeikh Zaruq, sifat-sifat manusiawi itu terbagi menjadi 2 bagian:
Pertama: Sifat-sifat relevan dengan Ubudiyah, seperti sifat ta'at, menjaga jiwa, maupun sifat yang terpuji.
Kedua: Sifat yang bisa merusak Ubudiyah sperti maksiat, syahwat dan ke alpaan.
Dimaksudkan keluar dari sifat manusiawi adalah sifat yang mendorong seseorang untuk alpa, maksiat dan syahwat. itulah yang merusak (destruktif) terhadap ibadah. sekaligus juga menjauhkan kehadiran Ilahi di hari kita.
Keluarnya "Diri" itu merupakan syarat dari panggilan Ilahi.
Orang yang di penuhi oleh hawa nafsunya tidak akan mendengar panggilan Ilahi dan cenderung melempar jauh-jauh suara Ilahiyah itu. Misalnya panggilanNya: "Wahai orang-orang beriman....Wahai Ummat manusia...Wahai Nabi....Wahai Insan... dsb. Yang senantiasa bergema di telinga hati kita.
Ja'far ash-Shadiq ra, pernah berkata bila kamu mendengar panggilan: "Wahai orang-orang beriman....., maka simaklah, sebab panggilan itu berisi perintah atau larangan". Jawaban atas Ilahi itu terbagi dalam 3 hal:
- Membenarkan
- Mengamalkannya
- Hasratnya hanya untuk Allah dalam mengamalkannya itu.
Sultonul Aulia Syeikh Abul Hasan As-Syadzily, menegaskan, "Apabila Allah memuliakan hambanya dalam gerak dan diamnya maka Allah memberikan bagian Ubudiayahnya hanya untuk Allah dalam pandangan hatinya, sedangkan bagian-bagian gerak hawa nafsunya di tutupi". Allah menjadikan si hamba itu senantiasa keluar masuk, bolak-balik dalam situasi Ubudiyah sementara hasrat hawa nafsunya tertutupi oleh nuansa yang berlangsung dalam takdir yang menyelimuti, bahkan sama sekali tidak berpaling pada nfsu itu.
Sebaliknya apabila Allah merendahkan seorang hamba dalam gerak dan diamnya maka hasrat nafsunya di buka dan hasrat Ubudiyahnya di tutup, lalu hamba itu berputar-putar pada syawat nafsunya, sedangkan Ubudiyahnya seakan-akan lepas dari dirinya. Walaupun kelihatan secara lahiriyah dia beribadah.
Dari sinilah Ibnu Atha'ilah melanjutkan bahwa nafsu itulah sumber segala bencana.
"Asal usul maksiat, syahwat dan kealpaan, adalah kerelaan kita pada nafsu".
Apakah maksiat itu? maksiat adalah tindakan yang meyimpang dari perintah Allah dan menerjang laranganNYA. Sedangkan menuruti hawa nafsu itu berarti menyalurkan kompensasi nafsu untuk mencari kesenangan. Sementara di maksud dengan kealpaan adalah mengabaikan tindakan sunnah dan wajib, begitu juga ketika melakukan kewajiban disertai orientasi hawa nafsu, tergolong kealpaan pula.
Kerelaan terhadap hawa nafsu itu tanda-tandanya ada 3:
- Melihat kebenaran menurut selera dirinya.
- Memanjakan nafsu.
- Memejamkan mata dari aib-aib nafsu itu sendiri. Sehingga jauh dari penyucian jiwa.
Sebaliknya asal-usul ketaatan, mawas diri dan sadar diri adalah ketidakrelaan pada nafsu. Tanda ketidakrelaan kita pada nafsu adalah :
- Curiga pada siasat nafsu.
- Waspada pada bahayanya.
- Dan menekan nafsu dalam berbagai kesempatan.
Abu Hafs Al-Haddad ra, berkata siapa yang tidak curiga pada nafsunya sepanjang waktu, tidak menetangnya dalam semua prilaku, tidak menekannya padahari-harinya, maka orang itu telah terpedaya. Siapa yang memandang nafsu itu denagn pandangan yang indah, maka nafsu itu telah menghancurkan dirinya. Bagaimana orang yang waras akalnya akan rela pada nafsunya.
Oleh: KH. M luqman Hakim MA
Kamis, 07 Januari 2010
RAHASIA SYUKUR
Tidak bisa kita pungkiri bahwa semua Manusia mempunyai Keinginan dan Impian yang ingin diraihnya.
Sebagaimana Hikmah yang dapat kita petik dari berbagai peristiwa yang kita alami bahwa kita harus Mensyukuri Hidup dan mempunyai keinginan untuk bisa terbang menggapai sosok yang bernama Kesuksesan, yang tentunya dengan usaha dan perjuangan yang gigih. Tapi apakah ketika Impian itu *untuk saat ini* belum bisa tercapai misalnya, lantas kita menjadi Frustasi, menjadi su'udhzon (berburuk sangka) kepada Sang Maha Segalanya, terkadang menyalahkan diri sendiri bahkan sering pula menyalahkan orang lain Dan yang lebih Parah lagi Menganggap Allah Tidak Adil (yang tidak pernah Introspeksi diri), karena mungkin kita sudah mati matian berusaha untuk meraih keinginan dan Impian tapi selalu Gagal *Bukankah Hidup ini adalah suatu Proses* kita sering tidak menyadari bahwa mungkin yang terjadi saat ini adalah yang terbaik bagi kita. Dan inilah salah satu Rahasia Ilahi yang hanya Dialah yang tahu.
Hanya rasa frustasilah yang selalu ita dapat Kalau kita Jauh dari ungkapan rasa syukur atas semua yang terjadi. kita hanya selalu melihat ke Atas *Masalah Duniawi* tak pernah untuk sesekali melihat ke bawah. Akibatnya perasaan tertekanpun akan muncul yang dapat mempengaruhi kondisi Psikologis dan mengakibatkan ketidak seimbangan tubuh, rasa malas pun menjadi muncul dan tidak jarang sifat sifat Negatif lain akan muncul bahkan mungkin ada keinginan untuk Memisahkan Ruh dari Jasad Alias Bunuh Diri, Na'udzubillah.
Berbeda kalau kita selalu memaparkan ucapan rasa Cunta dan Syukur dalam hidup ini, maka berpengaruh pada Kesehatan,Ketenangan dan Kedamaian dalam Tubuh kita. Terkadang kita tidak menyadari bahwa detik ini masih diberi kesempatan oleh ALLAH untuk bernafas dengan lega dan inilah ni'mat yang sangat mahal harganya bahkan tidak bisa di tukar dan di ukur dengan materi. Mengapa kita tidak segera mau Bersyukur atas Ni'mat ini.
Masihkah kita terlalu sulit untuk menggerakkan bibir ini sehingga berucap kalimat Syukur Alhamdulillah, marilah kita mencobanya dan tentu akan bisa, ketika kalimat tersebut terucap dengan Tulus Ikhlas fa'InsyaAllah sebuah kedamaian akan menyeruak mengalir dengan sejuk penuh irama dalam tubuh kita, sebuah Ketenangan akan kita dapatkan. Bukankah Allah telah menerangkan dalam FirmanNYA : "Pabila kamu mau bersyukur, maka Allah akan menambah ni'mat kepadamu, tapi sebaliknya pabila kamu kufur (tidak mau bersyukur) , maka sesungguhnya siksanya sangat pedih "
Menurut Ustadz Sholihin Abu Izzuddin penulis Buku " Zero to Hero " bahwa ada beberapa kriteria orang Mu'min yaitu: Akalnya selalu berpikir, Lisannya selalu full Dzikir, idenya selalu Mengalir dan Hatinya selalu Bersyukur.
Jadi, Masihkah kita sulit untuk mengucapkan Rasa Syukur kepada Sang Pemilik Ni'mat atau mungkin kita baru bisa Bersyukur kalau diingatkan dulu Oleh Allah dengan sebuah Musibah, tentunya tidak demikian.
Semoga kita termasuk kedalam Golongan Orang Orang yang Pandai Bersyukur. Ya Allah semoga Engkau selalu memberi Inspirasi kepada kami untuk senantiasa bisa Bersyukur atas segala Ni'mat yang telah Engkau Berikan, Amin ya Mujibas Sailin Wal hamdulillahi Rabbil 'alamin.
Senin, 04 Januari 2010
LEMBUTKAN HATIMU DENGAN MENGINGAT KEMATIAN
Saudaraku yang mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala, Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah sebuah perjalanan panjang menuju negeri keabadian. Semoga kita digolongkan ke dalam orang-orang yang sadar dan mengerti harus bagaimana menjalani hidup ini agar terhindar dari kehidupan yang sia-sia dan tanpa makna.
Perjalanan ke sebuah negeri yang tiada akhirnya. Ingatlah wahai saudaraku perbekalan yang terbaik adalah ketakwaan kita
(watazawwadu fainna khoirozzaadittaqwa) QS. 2:198. Yakni dengan amal shaleh yang ikhlas dan mutaaba’ah (sesuai sunnah Rasulullah saw) yang menyertaimu ketika meninggalkan dunia ini untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kematian yang pasti.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….” (QS. Al-Imran :185)
Memang wahai saudaraku. Perjalanan ini adalah menuju akhirat. Suatu perjalanan yang kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar berakhir pada kenikmatan surga. Bukan neraka. Karena keagungan perjalanan menuju hari akhir inilah Rasulullah bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
(Mutaffaqun ‘alaih)
maksudnya, jika kita mengetahui hakekat ajal yang akan menjemput kita dan kedahsyatan alam kubur, kegelapan hari kiamat dan segala kesedihannya, shirot (titian) dan segala rintangannya, surga dengan segala kenikmatannya, niscaya akan memberikan motivasi kepada kita untuk mengadakan perubahan. Berubah dari kefasikan dan kekafiran menjadi keimanan, dari kemunafikan menjadi istiqamah, dari keraguan menjadi keyakinan, dari kesombongan menjadi ketawadhu’an, dari rakus menjadi rasa syukur dan sederhana, dari pemarah dan pendendam menjadi kasih sayang dan memaafkan, dari kelicikan dan kesewenangan menjadi kejujuran dan keadilan, dari kedustaan menjadi kebenaran. Jadi, perubahan diri dari sifat dan watak syaithoni dan hewani, menjadi insan Islami harus segera di mulai.
Akan tetapi kita sering lupa atau berpura-pura lupa dengan perjalanan panjang tersebut, bahkan malah memilih dunia dengan segala perangkatnya, kemewahan, kecantikan, kekayaan, kedudukan yang semua nilainya disisi Allah Y, tidak lebih dari sehelai sayap nyamuk!
Wahai yang tertipu oleh dunia…..! Wahai yang sedang berpaling dari Allah Y…! Wahai yang sedang lengah dari ketaatan kepada Rabb-nya…! Wahai yang nafsunya selalu menolak nasehat!! Wahai yang selalu berangan-angan panjang!!!
Tidakkah engkau mengetahui bahwa kamu akan segera meninggalkan duniamu dan duniamu pula akan meninggalkanmu?
Mana rumahmu yang megah? Mana pakaianmu yang indah? Mana aroma wewangianmu? Mana para pembantu dan familimu? Mana wajahmu yang cantik dan tampan? Mana kulitmu yang halus? Mana….?! Mana….?! Saat itu ulat dan cacing mengoyak-ngoyak dan mencerai-beraikan seluruh tubuhmu ….?!
Bersegeralah bersimpuh di hadapan Rabbul Jalil, Allah Y. Lepaskan selimut kesombongan yang menghalangi dari rahmat dan maghfirah-Nya. Kuberikan khabar gembira bagi yang berdosa, lalai dan berlebih-lebihan, agar segera berhenti dari perbuatan kemaksiatannya itu.
Saudaraku yang tercinta, siapakah diantara kita yang tak berdosa, siapa diantara kita yang tidak bersalah kepada Tuhannya? Sama sekali tidak ada, seharipun kita tidak bisa seperti malaikat yang selalu taat dan tidak berbuat maksiat sedikitpun.
Datangilah masjid dan beribadahlah di dalamnya, tegakkanlah shalat lima waktu, puasalah di bulan Ramadhan, tunaikan haji jika engkau telah mampu, zakatilah harta dan jiwamu, bimbinglah anak-anakmu dengan Al-Islam, jauhkan dirimu dan keluargamu dari bacaan/majalah/tabloid porno.
Insyafilah semua dosa-dosa, serta ingatlah …. Pintu taubat masih terbuka lebar untukmu, rahmat dan maghfirah Allah Yang sangatlah luas, lebih luas dari lautan dosa. Ketahuilah bahwa Allah Y sangat senang dengan taubatmu. Ingatlah firman Allah
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan hatinya.”
Rasulullah u menyampaikan satu nasehat yang mana satu nasehat ini cukup untuk menasehati setiap manusia:
“Cukuplah dengan adanya kematian sebagai penasehat (bagi kita).”
Saudaraku…., renungkanlah baik-baik risalah ini dengan pena kerinduan dan tinta air mata. Kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya u dengan manhaj (cara) yang benar. Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan-Nya dan sekuat-kuatnya untuk menjauhi larangan-Nya. Berusahalah untuk memelihara ketundukan, tawadhu’ dan syukur atas nikmat-Nya yang akan mengajakmu menuju pintu ketenangan dan kebahagiaan. Berhiaslah dengan amal shaleh dan keindahan akhlaqul karimah. Semuanya akan mempertanggungjawabkan amalannya sendiri-sendiri, maka beramal-lah!
Allah Y berfirman:
“Maka barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kebaikan, niscaya akan melihat ganjarannya. Dan barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kemaksiatan, niscaya akan melihat siksanya.” (Az-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam.
Abu Khudzaifah, Abi em. FW
Smbr: Artikel Islam (Renungan)
Perjalanan ke sebuah negeri yang tiada akhirnya. Ingatlah wahai saudaraku perbekalan yang terbaik adalah ketakwaan kita
(watazawwadu fainna khoirozzaadittaqwa) QS. 2:198. Yakni dengan amal shaleh yang ikhlas dan mutaaba’ah (sesuai sunnah Rasulullah saw) yang menyertaimu ketika meninggalkan dunia ini untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kematian yang pasti.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….” (QS. Al-Imran :185)
Memang wahai saudaraku. Perjalanan ini adalah menuju akhirat. Suatu perjalanan yang kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar berakhir pada kenikmatan surga. Bukan neraka. Karena keagungan perjalanan menuju hari akhir inilah Rasulullah bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”
(Mutaffaqun ‘alaih)
maksudnya, jika kita mengetahui hakekat ajal yang akan menjemput kita dan kedahsyatan alam kubur, kegelapan hari kiamat dan segala kesedihannya, shirot (titian) dan segala rintangannya, surga dengan segala kenikmatannya, niscaya akan memberikan motivasi kepada kita untuk mengadakan perubahan. Berubah dari kefasikan dan kekafiran menjadi keimanan, dari kemunafikan menjadi istiqamah, dari keraguan menjadi keyakinan, dari kesombongan menjadi ketawadhu’an, dari rakus menjadi rasa syukur dan sederhana, dari pemarah dan pendendam menjadi kasih sayang dan memaafkan, dari kelicikan dan kesewenangan menjadi kejujuran dan keadilan, dari kedustaan menjadi kebenaran. Jadi, perubahan diri dari sifat dan watak syaithoni dan hewani, menjadi insan Islami harus segera di mulai.
Akan tetapi kita sering lupa atau berpura-pura lupa dengan perjalanan panjang tersebut, bahkan malah memilih dunia dengan segala perangkatnya, kemewahan, kecantikan, kekayaan, kedudukan yang semua nilainya disisi Allah Y, tidak lebih dari sehelai sayap nyamuk!
Wahai yang tertipu oleh dunia…..! Wahai yang sedang berpaling dari Allah Y…! Wahai yang sedang lengah dari ketaatan kepada Rabb-nya…! Wahai yang nafsunya selalu menolak nasehat!! Wahai yang selalu berangan-angan panjang!!!
Tidakkah engkau mengetahui bahwa kamu akan segera meninggalkan duniamu dan duniamu pula akan meninggalkanmu?
Mana rumahmu yang megah? Mana pakaianmu yang indah? Mana aroma wewangianmu? Mana para pembantu dan familimu? Mana wajahmu yang cantik dan tampan? Mana kulitmu yang halus? Mana….?! Mana….?! Saat itu ulat dan cacing mengoyak-ngoyak dan mencerai-beraikan seluruh tubuhmu ….?!
Bersegeralah bersimpuh di hadapan Rabbul Jalil, Allah Y. Lepaskan selimut kesombongan yang menghalangi dari rahmat dan maghfirah-Nya. Kuberikan khabar gembira bagi yang berdosa, lalai dan berlebih-lebihan, agar segera berhenti dari perbuatan kemaksiatannya itu.
Saudaraku yang tercinta, siapakah diantara kita yang tak berdosa, siapa diantara kita yang tidak bersalah kepada Tuhannya? Sama sekali tidak ada, seharipun kita tidak bisa seperti malaikat yang selalu taat dan tidak berbuat maksiat sedikitpun.
Datangilah masjid dan beribadahlah di dalamnya, tegakkanlah shalat lima waktu, puasalah di bulan Ramadhan, tunaikan haji jika engkau telah mampu, zakatilah harta dan jiwamu, bimbinglah anak-anakmu dengan Al-Islam, jauhkan dirimu dan keluargamu dari bacaan/majalah/tabloid porno.
Insyafilah semua dosa-dosa, serta ingatlah …. Pintu taubat masih terbuka lebar untukmu, rahmat dan maghfirah Allah Yang sangatlah luas, lebih luas dari lautan dosa. Ketahuilah bahwa Allah Y sangat senang dengan taubatmu. Ingatlah firman Allah
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan hatinya.”
Rasulullah u menyampaikan satu nasehat yang mana satu nasehat ini cukup untuk menasehati setiap manusia:
“Cukuplah dengan adanya kematian sebagai penasehat (bagi kita).”
Saudaraku…., renungkanlah baik-baik risalah ini dengan pena kerinduan dan tinta air mata. Kembalilah kepada Allah dan Rasul-Nya u dengan manhaj (cara) yang benar. Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan-Nya dan sekuat-kuatnya untuk menjauhi larangan-Nya. Berusahalah untuk memelihara ketundukan, tawadhu’ dan syukur atas nikmat-Nya yang akan mengajakmu menuju pintu ketenangan dan kebahagiaan. Berhiaslah dengan amal shaleh dan keindahan akhlaqul karimah. Semuanya akan mempertanggungjawabkan amalannya sendiri-sendiri, maka beramal-lah!
Allah Y berfirman:
“Maka barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kebaikan, niscaya akan melihat ganjarannya. Dan barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kemaksiatan, niscaya akan melihat siksanya.” (Az-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam.
Abu Khudzaifah, Abi em. FW
Smbr: Artikel Islam (Renungan)
Langganan:
Postingan (Atom)
Arsip
-
▼
10
(65)
-
▼
Januari
(12)
- LEMBUTKAN HATIMU DENGAN MENGINGAT KEMATIAN
- RAHASIA SYUKUR
- ASAL USUL TAAT DAN MAKSIAT
- AZAS DAN PEDOMAN SUCI
- ¤¤ ¤ SEKILAS SEJARAH SUNAN GIRI ¤ ¤¤ (J...
- PERJALANAN MENUJU PUNCAK KEKOSONGAN
- ¤ KEPEKAAN ¤
- Cara Membuat File TAR.GZ di Windows
- SEJARAH HARI JADI KOTA GRESIK
- ¤ KETERBUKAAN DAN KEKAGUMAN ¤
- ¤ Belajar Untuk Tidak Mempelajari ¤
- ¤ Menuju Sebuah Pemahaman Besar ¤
-
▼
Januari
(12)