>>> JUAL RUNNING TEXT LED MURAH <<< UNTUK TEMPAT IBADAH, PERKANTORAN, PERTOKOAN atau USAHA LAINNYA >>> Cack Sye 081233360393

Rabu, 27 Januari 2010

¤ KETERBUKAAN DAN KEKAGUMAN ¤

Sebuah Kepekaan…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/kepekaan.html

¤ Keterbukaan dan Kekaguman…

Saat kecemasan sirna secara total, datanglah sebuah keterbukaan yang baru bagi jiwa. Ia bagaikan sebuah gerbang awal yang akan mengantarkan kita menuju sebuah kebebasan dalam mental. Kebebasan ini bukanlah sebuah kebebasan berpikir yang tanpa aturan atau berpikir bebas melalui imajinasi. Ia lebih kepada sebuah kebebasan yang terbuka pada pikiran itu sendiri, dimana tidak terpengaruh oleh perasaan-perasaan manusia pada umumnya. Misalnya rasa sedih, senang, marah, kecewa dan lain-lain. Dan perlulah diketahui bahwa perasaan-perasaan tadi bukanlah perasaan yang essensial dari eksistensi manusia yang sebenarnya. Mereka semua mempunyai kutub pemaknaan masing-masing yang dapat mengarahkan kita kembali kepada segala penentuan manusia di dunia ini.

Kebebasan itu adalah sebuah pembebasan dari segala hal dalam dunia manusia. Kebebasan itu adalah gerakan dari segala sesuatu yang tidak bebas jika kita tinggal di dalam dunia manusia dan memandang dunia pada dirinya sendiri. Dan… kebebasan itu adalah sesuatu yang bebas jika kita tinggal di dalam gerakan dari segala sesuatu itu serta menyadari adanya dunia manusia.
Pemahaman atas yang terakhir inilah yang akan kita temukan jika kita tetap bertahan dalam sebuah keterbukaan. Maka ini berarti juga bahwa dunia manusia bukanlah seluruhnya tidak dapat dipegang sama sekali. Justru karena kita pernah hidup di dalam dunia pengalaman dan pengetahuan manusia itu, kita memiliki peluang lebih besar untuk mengerti apa yang diinginkan kehidupan itu sendiri. Terutama ketika seluruh pengalaman dan pengetahuan tersebut memperlihatkan sebuah kecenderungan negatif yang tak berujung di dalam setiap sisi kehidupan manusia.
Dengan sifat keterbukaan ini, kita sebenarnya sudah berdiri sejajar dengan dunia sebenarnya. Kita sadar bahwa kita tidak memperobjek atas segala sesuatu yang tampil di sekeliling kita. Keterbukaan ini seperti sebuah jalan panjang yang terbentang di depan mata dan harus kita lalui untuk sampai pada sebuah puncak pemahaman yang lebih murni. Ini berarti sifat tersebut akan tetap menjiwai kita di sepanjang perjalanan. Tapi coba lihat di ujung jalan dari keterbukaan itu, ada garis horizontal yang menandakan betapa abadinya di sana. Ia sepertinya tidak bertepi, mengagumkan dan penuh makna. Kemana ia akan membawa kita nantinya? Ke mana? Bukankah posisi kita sekarang adalah yang ”ke mana” itu, jika dipandang dari dua kutub jalan yang jauh itu?! Dan bukankah yang sekarang ini, detik ini, posisi kita sekarang adalah yang tak bertepi itu?

Ya… beberapa pertanyaan ini sepertinya bertanya, tapi juga sekaligus menjawab untuk dirinya sendiri, bahwa sifat keterbukaan ini sebenarnya tidak pernah menaruh sesuatu apa pun pada kutub-kutub orientasi tertentu. Ia tidak pernah membeda-bedakan apa pun. Bagi ia, setiap momen dan posisi adalah yang tak bertepi dan yang penuh makna itu. Maka, terjunlah kita dalam keterbukaan itu sendiri. Kita tidak perlu jalan ke mana-mana lagi, karena ia akan tetap berada dalam sebuah kesamaan adanya. Kalaupun ada perbedaan, berhati–hati-lah, mungkin kita telah membuka diri kita sendiri kembali pada sesuatu yang paling indah dalam hidup kita, pengalaman kita atau segala tatanan manusia di alam bawah sadar kita. Jadi, terjunlah sekali lagi ke dalam kesamaan itu, kita akan menemukan sebuah perbedaan di dalamnya, sebuah perbedaan murni yang merupakan sebuah aliran bahasa yang lebih murni dari dunia pada dirinya sendiri.

Keterbukaan.., apakah ia merupakan sebuah peralihan menuju suatu pemahaman? Tidaklah demikian, ia bersama-sama dengan kepekaan lebih sebagai sebuah landasan serta berada di sepanjang perjalanan kita menuju sebuah puncak kebermaknaan dari kehidupan yang sebenarnya. Ia adalah perasaan hati kita apa adanya dan… biarkan-lah ia mengarahkan kita.

Tenggelam dan dengar-lah, mungkin inilah sepasang kata yang harus kita berikan kepada keadaan jiwa kita yang sekarang. Pada saat seperti ini pula pengetahuan, pengalaman maupun tradisi yang menjiwai sebuah masyarakat tidak lagi mempengaruhi kita. Karena kita telah membuka diri serta menjadikan kondisi mental kita tanpa terisi oleh apa pun.
Tapi, sepertinya ada sesuatu yang lain yang membuat kita tetap berdiri di dalam keterbukaan tersebut?
Ada semacam kekaguman yang tumbuh di dalam diri kita begitu saja. Sebuah kekaguman atas sesuatu yang tak bertepi itu. Ia terhubung erat dengan intuisi kita, sehingga intuisi kita dapat berada pada dirinya sendiri. Kekaguman ini terjadi bukan terhadap hal-hal yang konkret di dalam dunia manusia. Ia sebenarnya ada, tapi kita tidak mengetahuinya dengan pasti, karena kita belum memahaminya dengan baik saat ini. Kita masih dalam sebuah perjalanan panjang ke dalam diri, yaitu menuju eksistensi kita sebagai manusia.

Kekaguman inilah yang kemudian menjiwai kita. Dan di dalam inti dari keseluruhan kekaguman itu sendiri, kita menemukan sebuah kenikmatan dan kegembiraan yang masih terasa samar - samar. Apakah kita tahu? Ia sebenarnya sedang menunggu, agar kita memakan umpan emasnya yang sudah disiapkan sejak bumi ini terbentuk? Kita sebenarnya tidak perlu malu-malu untuk menggapai umpan tersebut. Gapailah! Kita akan ditarik ke atas menembus lapisan demi lapisan air dan kotoran yang selama ini mengotori kolam pikiran kita. Tapi yang aneh, selalu saja kita lebih senang hidup dalam kekotoran kolam kita sendiri. Kita sendiri mengatakan bahwa itu bersih, karena sebenarnya kekotoran itu sudah menjiwai kita sejak lahir. Kita juga kemudian menolak tali pancingan yang berusaha menarik kita ke atas, yang juga menjadikan kita takut untuk meninggalkan teman-teman kita yang disebut bersih tadi. Sungguh sulit…! Maka, keterbukaan itu sendiri mungkin tidak terlalu berdaya untuk mendorong hal ini. Tapi, kekaguman kita yang terbuka-lah yang kemudian dapat membuat kita langsung loncat ke daratan emas tanpa perlu ditarik lagi oleh seorang pemancing sejati. Kita sendirilah yang akan tahu, ke mana arah dan ke mana aliran dari tarikan pancing itu. Sehingga ketika sampai di daratan, kita dapat melihat dengan jelas dari atas betapa keruhnya sungai yang sebelumnya kita selami dan kita anggap bersih itu.

Di sini kekaguman kita mulai melebur, dan kita bertanya pada sang pemancing: apa yang membuat kita tiba-tiba loncat kemari? Pemancing itu akan menjawab bahwa ketika kita di dalam kolam, rasa peka dan keterbukaan kita-lah yang membuat kita mampu melihat umpan emas di antara air keruh itu. Dan, jejak tali pancing yang mengarah ke daratan adalah sebuah rasa kekaguman yang kita miliki. Kata-kata yang keluar dari mulutnya seperti geledek pembersihan atas pikiran kita. Dan sekarang seandainya kita terjun kembali lagi di antara air keruh tersebut, kita sendirilah yang akan menjadi bagian dari umpan emas itu. Kolam pikiran kita tidak akan dapat dikotori oleh siapa pun dan apa pun, bahkan kita sendiri dapat melihat dengan jelas keinginan yang terdalam dari kekeruhan itu sendiri. Di dalam setiap kolam kekeruhan, ada sebuah keterbukaan yang tersembunyi. Tapi, bagi para manusia itu sendiri, mereka tidak akan menyadarinya. Setiap hari mereka hanya bermain-main di antara air yang keruh itu. Maka untuk kita, sebagai bagian dari umpan emas, bila ingin menyadarkan mereka akan keterbukaan, kita harus menyamar diri menjadi sebuah kekeruhan yang paling murni di antara mereka. Bagaimana cara-nya? Sebuah cara untuk menyadarkan mereka?.., itulah yang ingin dicari dengan keterbukaan kita yang sempurna.

Maka, apakah ketika kita meloncat ke dalam sebuah kolam yang keruh, kita dapat langsung menemukan cara itu? Agak sulit. Mungkin kita harus tinggal beberapa lama di dalam kekeruhan itu dan mencoba memahami dengan sebuah keterbukaan penuh yang telah diberi oleh sang pemancing di atas daratan tadi.

Beberapa lama, itulah waktu kita, sebuah durasi eksistensi manusia untuk belajar dalam sebuah kolam kekeruhan. Yang selanjutnya akan terdengar lebih manusiawi, bila itu dikatakan sebagai sebuah proses pembelajaran yang tidak mempelajari apa pun.

Belajar Untuk Tidak Mempelajari…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/belajar-untuk-tidak-mempelajari.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan

Tidak ada komentar:

NEPTU