Berjalan ke arah Akhirat
Semua manusia sadar atau pun tidak, sesungguhnya mereka sedang berjalan menuju kehidupan yang abadi, yaitu akhirat. Itu adalah suatu hal yang pasti. Karena kita tahu dibalik nama kehidupan itu ada kematian. Betapa banyak manusia yang senantiasa memupuk prestasi hidup di dunia ini; siang dan malam selalu berfikir dan bekerja keras meraih prestasi satu demi satu, namun setelah berada di puncak, ternyata berakhir dengan kematian.
Seorang penguasa zalim dengan kezalimannya akan berakhir pada kematian, seorang pejabat yang suka korupsi dengan ketamakannya akan berakhir pada kematian, para penentang kebenaran dengan kesombongannya akan berakhir pada kematian, para pengusaha besar dengan kesuksesan usahanya akan berakhir pada kematian, bahkan seorang pengemis miskin dengan derita kemiskinannya akan berakhir pula pada kematian. Apapun ambisi kita di dunia ini, toh pada akhirnya akan bertemu dengan kematian.
Kematian bukanlah akhir dari kehidupan kita, tetapi justeru ia adalah awal dari kehidupan abadi, di sanalah kehidupan sebenarnya dimulai.
يا أيها الإنسان إنك كادح إلى ربك كدحا فملاقيه
“ Wahai manusia, sesunggunya kamu bekerja keras menuju Tuhanmu, maka kamu akan menemui-Nya.”
(Al-Insyiqoq : 6)
Semua manusia di dunia ini bersungguh-sungguh dalam hidupnya; orang yang bekerja untuk mengejar kesenangan dunia, mereka bersungguh-sungguh dalam kerjanya, orang yang beribadah dan beramal shaleh, bersungguh-sungguh dalam ibadah dan amal shalehnya, orang yang melakukan dosa bersungguh-sungguh dalam melakukan dosanya, orang yang suka hura-hura bersungguh-sungguh dalam hura-huranya, bahkan orang pemalas pun bersungguh-sungguh dalam kemalasannya. Apapun yang dikerjakan oleh manusia, mereka sedang menuju Tuhannya. Pada saat waktunya telah sampai, maka Allah SWT akan memanggilnya untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya selama di dunia.
Hidup di dunia ini hanyalah sebentar, tidak lama. Pernahkah kita merasa lama terhadap kehidupan masa lalu kita yang telah berlalu? Masa kanak-kanak yang telah kita lalui, masa remaja, dewasa, ketika kita berada di masa tua, begitu pula setelah kematian tiba, semuanya terasa sekejap mata.
Oleh sebab itulah Rasulullah saw menggambarkan bahwa hidup di dunia ini ibarat kita berteduh dibawah pohon hanya untuk sekedar mampir, tak lama kemudian melanjutkan kembali perjalanan. Atau seperti orang yang bermimpi, setelah kematian datang, kita terbangun dari mimpi kita.
Hal ini membuktikan bahwa kehidupan sebenarnya adalah kehidupan di akhirat kelak setelah kematian. Kehidupan di dunia hanyalah permainan dan senda gurau, dan juga merupakan ujian, yang di akhirnya akan terbukti manakah orang yang berhasil dan manakah orang yang tidak berhasil. Orang yang berhasil akan mendapatkan surga, sementara orang yang tidak berhasil akan masuk ke dalam neraka. Hanya dua itu saja tempat tinggal di sana, tak ada yang ketiganya.
وما هذه الحياة الدنيا إلا لهو ولعب وإن الدار الآخرة لهي الحيوان لو كانوا يعلمون
“ Dan kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.”
(Al-Ankabut : 64).
Lantas, kehidupan manakah yang lebih baik, kehidupan duniakah atau kehidupan akhirat? Orang yang waras akan memilih kehidupan akhirat yang abadi dibanding kehidupan dunia yang sementara. Lalu mengapa banyak manusia yang mengorbankan kehidupan akhirat demi mengejar kehidupan dunia. Demi mendapatkan kesenangan duniawi mereka berani menghalalkan cara-cara yang haram dan melupakan kewajibannya sebagai hamba Allah. Tidak sedikit orang yang bekerja keras untuk mendapatkan keuntungan tetapi lupa mengerjakan shalat, menumpuk-numpuk harta dan lupa membayar zakat serta enggan melaksanakan ibadah haji, tidak mau menahan syahwatnya dengan melaksanakan shaum. Banyak orang yang lebih suka mendatangi tempat-tempat maksiat ketimbang mendatangi masjid dan majlis ta’lim. Dan lain sebagainya.
بل تؤثرون الحياة الدنيا والآخرة خير وأبقى
“ Tetapi kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. “
(Al-A’la : 16-17).
Di sinilah, kita harus senantiasa menanamkan keyakinan bahwa kehidupan akhirat lebih baik dari pada kehidupan dunia yang sedang kita jalani ini. Bukan berarti melupakan dunia sama sekali, karena mau tidak mau, dunia ini harus kita jalani sebagai jembatan menuji akhirat. Di sini masalahnya adalah masalah orientasi. Kita bekerja keras di dunia ini apakah untuk mengejar kebahagiaan di akhirat ataukah hanya sebatas mengejar kebahagiaan di dunia? Bagi seorang muslim yang sejati tentunya yang menjadi orientasi hidupnya adalah mengejar kebahagiaan di akhirat, yang berarti bercita-cita mendapatkan ridho, rahmat, surga dan bertemu dengan Allah SWT.
Orang yang benar-benar mengejar kebahagiaan di akhirat, ia tidak akan melupakan kehidupannya di dunia, karena ia sadar bahwa dunia ini adalah ladang untuk ditanami sebanyak-banyaknya pahala, yang panennya bisa dirasakan di akhirat kelak. Tanpa dikejarpun, sebetulnya kebahagiaan di dunia ini akan kita dapatkan jika kita benar-benar mengejar akhirat. Logikanya adalah, dunia itu dekat sementara akhirat itu jauh. Jika kita melakukan perjalanan dengan tujuan yang jauh, secara otomatis yang dekat bisa kita lewati. Sementara jika kita melakukan perjalanan dengan tujuan yang dekat, mungkin kita akan sampai pada tempat yang dekat itu, namun mustahil kita akan sampai di tempat yang jauh. Dalam hal ini Rasulullah saw menegaskan :
من كانت الدنيا همه فرق الله عليه أمره ، وجعل فقره بين عينيه ، ولم يأته من الدنيا إلا ما كتب له ، ومن كانت الآخرة نيته جمع الله له أمره وجعل غناه في قلبه وأتته الدنيا وهي راغمة
“ Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan satu-satunya, maka Allah akan menjauhkan dia dari keinginannya. Dia akan menjadikan kemiskinan di depan matanya. Ia tidak diberi bagian dunia kecuali yang telah ditetapkan untuknya. Dan barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan mengumpulkan keinginannya, menjadikan kekayaann dalam hatinya, dan dunia akan mendatanginya secara melimpah ruah.”
(Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah, Syekh Al-Albani).
Oleh sebab itu pula Imam Hasan Al-Bashri memberikan nasihatnya :
“ Wahai anak Adam, juallah duniamu untuk mendapatkan akhiratmu, niscaya engkau mendapatkan untung kedua-duanya. Dan janganlah engkau jual akhiratmu untuk mendapatkan duniamu, niscaya engkau akan rugi kedua-duanya. Wahai anak Adam, jika engkau melihat orang lain dalam kebaikan, maka berlombalah dengan mereka. Dan jika engkau melihat orang lain dalam keburukan, janganlah berkeinginan kepada mereka. Tinggal di sini (dunia) hanyalah sesaat, sementara menetap di sana (akhirat) dalam waktu yang lama.”
Dengan demikian, kita harus berjalan ke arah akhirat dengan menjadikannya sebagai orientasi, ambisi, cita-cita dan tujuan, sehingga keberadaan kita di dunia ini menjadi jelas.
Ada dua sikap yang dimiliki oleh orang yang mengejar kehidupan akhirat sebagaimana dalam sebuah hadits, suatu ketika Rasulullah saw memegang kedua pundak Ibnu Umar ra, lalu memberinya nasihat :
كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل
“ Hiduplah di dunia ini seakan-akan engkau orang asing atau orang yang sedang menyebrangi jalan.” (HR. Bukhari)
Sikap pertama orang yang memburu akhirat adalah, ia hidup di dunia ini ibarat orang asing atau musafir dalam perjalanan. Artinya dia selalu mempersiapkan bekal untuk perjalanannya. Jika dia tidak memiliki bekal, tentu dia akan mendapatkan kesulitan dalam perjalanannya. Bekal seorang muslim dalam perjalanan hidupnya di dunia ini adalah bekal ketakwaan. Dengan bekal ketakwaan itulah ia akan menghampiri akhirat dengan penuh kemudahan.
Sikap kedua, ia hidup di dunia ini ibarat orang yang sedang menyebrangi jalan. Artinya, dia selalu berhati-hati, karena ia berkeinginan untuk sampai pada tempat yang dituju. Orang yang beriman akan selalu berhati-hati dalam menyebrangi kehidupan dunia ini, karena jalan di dunia ini tidaklah mulus, akan tetapi dipenuhi oleh duri-duri hawa nafsu, godaan syetan dan perhiasannya yang melenakan.
Jadi, seorang mu’min yang senantiasa memburu akhirat, kehidupannya bermuara pada dua sikap : selalu berbekal dan selalu berhati-hati. Ia selalu berbekal dengan berbagai amal shaleh, sehingga amal shaleh itu mencapai derajat sempurna menjadi ketakwaan. Dan ia selalu berhati-hati dari setiap keburukan agar tidak terjerumus ke dalamnya, yang pangkalnya adalah hawa nafsu, godaan syetan dan perhiasan dunia.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar