Jumat, 29 Januari 2010

¤ Belajar Untuk Tidak Mempelajari ¤

Keterbukaan dan Kekaguman…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/keterbukaan-dan-kekaguman.html

¤ Belajar Untuk Tidak Mempelajari…

Sampai sekarang kita telah memiliki sang umpan emas keterbukaan, yang sebenarnya adalah keterbukaan ke dalam diri kita sendiri. Tinggallah kita ”di sana”, di dalamnya, agar keterkaitan global dalam dunia, yaitu dunia manusia dan dunia pada dirinya sendiri dapat tertampil dengan murni. Semakin lama dan semakin sering kita tinggal ”di sana”, dengan sendirinya semua teori dan konsep serta pengalaman kita akan semakin ter-reduksi. Pereduksian ini seringkali terjadi tidak sesuai dengan harapan kita, yang seharusnya memang bahwa kita tidaklah perlu mengharapkan sesuatu dari dunia ini, karena harapan adalah sebuah keputusan dari ide subjektivitas kita. Biarkan keterbukaan yang menumbuhkan dan membawa kita dari alam bawah sadar kita hingga menuju sebuah kesadaran yang disebut pemahaman. Bagaimana semua ini dapat berlangsung?

Pada mulanya kita akan terjun ke dalam keberadaan dari sebuah lingkungan konkret. Di dalam lingkungan ini terdapat kolam jiwa, yaitu kolam dari sejumlah ide manusia yang tidak terhingga. Semua ide itu selalu saling mempertentangkan dan juga saling membenarkan satu sama lain. Dari sejumlah ide yang berlaku dalam diri seorang subjek sampai dengan sejumlah ide yang berlaku di seluruh jagat raya ini. Bagaimana kita dapat melihat sebuah kesamaan di antara perbedaan yang kelihatan tak terhingga ini?

Pastikan penyelaman tetap berjalan dengan sendiri dan apa adanya. Ketika kita kembali kepada kekeruhan dalam sebuah lingkungan konkret sebagai umpan emas, yang muncul pertama adalah kehendak kita. Kehendak ini adalah sebuah gerakan mental di bawah kesadaran kita. Ia seperti sebuah peralihan warna yang berubah di dalam mental dari hitam menjadi putih. Ia juga seperti gerak merangkaikan daya-daya mental yang sangat kecil di dalam diri kita… Begitulah sifat sang kehendak itu. Ia berjalan bukan mengekori jejak diri kita atau pun jejak dari orang banyak, tapi walaupun begitu ia tergantung dari semua itu. Di saat kolam jiwa memiliki kemurnian ide yang semakin kental, kehendak akan berubah dan berjalan semakin cepat dan menampilkan semakin jelas apa yang ada di balik semua itu. Kembali lagi, gerakan kehendak itu tentunya akan dapat kita lihat kalau kita sudah menjadi umpan emas dari kepekaan, keterbukaan serta kekaguman yang telah kita lampaui ketika di atas daratan tadi.

Perubahan yang tidak dapat ditangkap oleh diri kita dan orang lain ini adalah sebuah perubahan yang alami. Ia tidak kita sadari, ia mereduksi pikiran dan mengarahkan daya-daya di dalam mental kita, sehingga kemudian kita akan melakukan sesuatu tanpa berpikir. Sekarang mungkin kita bertanya, sesuatu tanpa berpikir berarti ia tidak menggunakan pikiran, bagaimana mungkin? Hal ini memang tidak mungkin. Berpikir melibatkan seluruh pengalaman dan pengetahuan hidup kita. Pengalaman masa lalu saling merangkai membentuk keputusan di masa kini. Sedang pengetahuan objektif kita memiliki peranan besar sebagai aturan dalam merangkaikan unit-unit pengalaman tersebut. Pernahkah disadari, bahwa selama hidup, kita selalu bermain-main di dalam lingkaran pikiran ini. Misalnya saja dimana ketika seseorang mempunyai keinginan subjektif yang sesuai dengan aturan main dari pengetahuan objektif, maka dengan sendirinya terbentuklah sekelompok orang yang dikatakan memiliki kelebihan dalam segala hal daripada sekelompok orang lain yang tidak mampu mengikuti ke arah hal-hal yang objektif itu. Ketidak-mampuan mengikuti dari kelompok orang kecil tersebut, menimbulkan kebrutalan dalam kehidupan manusia, sehingga menciptakan kekacauan yang dilihat sangat mengancam sekelompok orang yang serba lebih tadi. Maka, diciptakanlah sebuah penjara objektif bagi kawanan orang-orang kecil itu yang disebut hukum. Kalaupun ada sebagian orang yang menyisakan kelebihannya bagi orang -orang kecil tersebut, itu hanyalah sekumpulan cara dari pikiran untuk menyamarkan dirinya. Kita tidak akan tahu hal ini, karena kita selalu berdiri sejajar dengan pikiran–pikiran objektif yang tercipta, bahkan berada di bawah kendalinya. Dan, apakah kita semua tahu, bahwa hukum yang tercipta dari pikiran adalah sebuah keegoisan global, yang merupakan orang tua dari keegoisan-keegoisan kecil di dunia ini. Inilah fenomenanya, inilah pikiran pada dirinya sendiri dan… inilah lingkaran kedalaman dari pikiran itu.

Untuk mencapai, memahami dan melampaui fenomena ini, kehendak kita harus berjalan sesuai dengan keterbukaannya. Pada momen–momen seperti ini kita sebenarnya sedang dalam proses belajar untuk tidak mempelajari. Kita berjalan dan diri kita terbagi dalam sebuah transisi antara hukum-hukum dalam pikiran dengan keterbukaan kita. Perubahan ini dengan sendirinya menyeleksi dan membuang segala bentuk mental mengada manusia di alam bawah sadar kita. Ia akan menyingkirkan daya - daya dilematis dalam jiwa. Kita tidak tahu bahwa sebenarnya keterbukaan telah hadir di dalam ketidaksadaran kita dan telah berjalan bersama-sama dengan jiwa kita yang paling murni. Dan kita juga tidak sadar bahwa setiap keping -keping nilai dan rantai - rantai ilusi ide dari manusia yang telah menjiwa di dalam diri kita sejak lahir, kemudian mulai berjatuhan dan meleleh sedikit demi sedikit dari alam bawah sadar kita.

Apakah kita sadar bahwa alam bawah sadar kita merupakan pabrik penggerak keadaan sadar dan prasadar kita? Itulah, dengan dicerahkannya alam bawah sadar kita dari penjara pikiran, ataupun penjara intuitif, maka akan tiba saatnya sebuah pemahaman yang terbuka muncul secara tiba - tiba di dalam kesadaran kita. Kita tidak akan mengetahui kapan ia akan muncul dan seberapa lama pencerahan di alam bawah sadar itu berlangsung?! Yang pasti, kata-kata seperti kapan dan berapa lama ini bukanlah sebuah dimensi waktu dunia manusia, ia lebih kepada sebuah durasi eksistensi kehidupan yang sebenarnya.

Kembali, setelah dicerahkan, intuisi kemanusiaan yang sejak lama terselubung oleh lautan ide manusia, sekarang kembali kepada dirinya sendiri dan mulai mendominasi alam bawah sadar kita. Maka perlulah kita tetap bertahan ”di sana”, di dalam sebuah keterbukaan, karena kemanusiaan sejati sedang melambai-lambaikan tangannya di tengah kabut yang tebal.
Ketika ada segumpalan fenomena yang tampil dalam kondisi kesadaran kita yang disebut sebagai pemahaman, kita akan merasakan bahwa pemahaman ini belum sepenuhnya tampil pada dirinya sendiri. Sepertinya masih ada segumpalan fenomena yang sedang dicerahkan di alam bawah sadar kita.
Lalu, apakah kita harus menyingkirkan kabut - kabut yang ada di depan mata kita ini? Tidaklah perlu, jangan kita yang melakukan, biarkanlah keterbukaan kita yang membukanya sendiri.

Momentum-momentum pencerahan akan hadir ke dalam diri kita. Celah-celah cahaya yang semula tertutup rapat kemudian makin membesar serta makin bertambah banyak. Dan coba lihat lebih dekat lagi, tali-tali cahaya ternyata tidak hanya menembus, ia juga membawa serta dirinya yang telah disucikan untuk diperlihatkan ke dalam jiwa kita secara perlahan-lahan.
Dan sekali lagi, jangan sekali-kali kita mencoba mencari dan membongkar celah-celah tersebut, karena itu sama saja melemparkan diri kita kembali ke dalam lautan ide manusia. Maka… biarkanlah segalanya berjalan dengan sendiri. Itulah sebuah perjalanan transisi dari pemahaman, yang akan membawa diri kita menuju sebuah pemahaman yang penuh.

Menuju Sebuah Pemahaman Besar…
http://margaluyu151-gresik.blogspot.com/2010/01/menuju-sebuah-pemahaman-besar.html
Sumber : http://katharsis-completejourney.blogspot.com/
Label : Perjalanan

1 komentar: