Idul Adha memiliki makna yg penting dalam kehidupan. Makna ini perlu kita
renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari
berbagai cobaan Allah. Makna ?Idul Adha tersebut
Menyadari kembali bahwa makhluk yg namanya manusia ini adl kecil
belaka betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita
mengumandangkan takbir Allahu akbar !
Menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah.
Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di
zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh
lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya
menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat.
Orang sekarang juga cenderung menuhankan politik dan ekonomi. Politik
adalah segala-galanya dan ekonomi adl tujuan hidupnya yg sejati. Bahkan
HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan sementara HAT diabaikan.
Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha illallah !
Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji
itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji
sehingga kepalanya cepat membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah
bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung
berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan
mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd !
Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau
bepergian yg suatu saat rindu utk pulang ke tempat tinggal asal yakni
tempat yg mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia Ka?bah Baitullah.
Inilah salah satu makna bagi yg istita?ah tidak menunda-nunda lagi berhaji
ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada
hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siaopa
pun dia dari bangsa apapun adl saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi
bila seseorang itu kafir adl bukan saudara kita meskipun dia lahir dari
rahim ibu yg sama. Maka orang yg pulang dari haji hendaknya menjadi uswah
hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yg
dimiliki sesama muslim terutama dalam hal yg disebut furu?iyah.
Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada
hakikatnaya adl sebagai cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta
kembali oleh yg memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini
jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dgn hutang bertumpuk jadi karat.
Sekarang berkuasa lusa bisa jadi hina tersia-sia oleh massa. Kemaren jadi
kepala kantor dgn mobil Timor entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor
krn naik sepeda bocor. Sedang ni’ma yg berupa harta hendaknya kita ikhlas
utk berinfaq di jalan Allah seperti utk ber-udhiyah .
Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah
niscaya Allah akan membalasnya dgn berlipat ganda. Tetapi jika kita justru
kikir pelit tamak bahkan rakus tunggulah kekurangan kemiskinan dan
kegelisahan hati selalu menghimpitnya.
Akhirnya semoga ?Idul Adha dgn berbagai ibadah yg kita laksanakan
sekarang ini dapat membangunkan kembali tidur kita . Kemudian kita
berihtiar lagi sekuat tenaga utk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur
amal-amal buruk selama ini. Amin !
Oleh Drs. Syafi’i Salim Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
Pengertian Berkurban pada Idul Adha
Oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc
Sebenarnya istilah yang baku bukan berqurban, tetapi menyembelih hewan
udhiyah. Sebab kata “Qurban” artinya mendekatkan diri kepada Allah.
Padahal yang disunnahkan adalah melakukan ibadah ritual yaitu
menghilangkan nyawa hewan udhiyah, baik dengan cara dzabh (menyembelih)
atau nahr (menusuk leher unta dengan tombak), sebagai bentuk ritual
peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Jadi inti ritualnya adalah pada prosesi penghilangan nyawa hewan udhiyah
itu sendiri. Namanya ritual, jadi kita tidak bicara tentang hikmah atau
makna apa yang tersirat di elakang peristiwa itu. Ritual ya ritual,
sebagaimana kita mengenal istilah itu.
Shalat adalah ibadah ritual, di mana kita diperintahkan untuk berdiri dan
menghadap ke arah kiblat, sebelumnya kita harus melakukan ritual dulu
yaitu membasuhkan air ke wajah, tangan hingga siku, mengusap kepala dan
membasuh kaki hingga mata kaki.
Ritual shalat itu terdiri dari gerakan berdiri, ruku’ (membungkuk), sujud,
duduk tasyahhud. Juga terdiri dari bacaan ritual tertentu, yaitu doa
iftitah, membaca surat Al-Fatihah, bacaan tasyahhud dan lainnya.
Semua itu adalah ritual khusus yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW, di mana dahulu malaikat Jibril khusus turun ke bumi
mendemonstrasikan gerakan dan bacaan ritual shalat di hadapan nabi
Muhammad SAW. Lalu beliau pun mengikuti gerak dan bacaan ritual itu dan
beliau bersabda kepada kita, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat.”
Bentuk ritual yang lain adalah berjalan berputar mengelilingi empat
dinding ka’bah sebanyak 7 putaran, mulai dari hajar aswad dan finish di
tempat yang sama. Putarannya berlawanan dengan arah jarum jam kalau
dilihat dari atas, dan searah dengan jarum jam kalau dilihat dari bawah
tanah. Sebelumnya harus melakukan ritual wudhu’.
Ritual lainnya lagi adalah berjalan kaki 7 kali bolak balik antara bukit
Shafa dan bukit Marwah, juga harus dalam keadaan suci dari hadats. Kita
juga mengenal ritual lainnya yaitu gerakan melempar batu ke satu titik,
yang kita kenal dengan istilah melontar jumrah (jamarat).
Pendeknya semua adalah ritual, di mana nabi SAW sama sekali tidak
memberikan alasan logis atau hikmah terpendam di balik semua ritual itu.
Kalau orang betawi bilang, “Udeh dari sononye emang begitu.”
Menyembelih Udhiyah
Nah, kali ini ritualnya adalah melakukan penyembelihan. Bentuknya mengiris
leher kambing, sapi atau kerbau hingga urat lehernya terputus dan mati.
Dan selesai.
Disunnahkan untuk membaca nama Allah dan bertakbir, lafadznya adalah:
“Bismillahi Allahu Akbar.” Dan disebutkan Allahumma hadzihi udhiyah ‘an
fulan, yang artinya: Ya Allah, aku persembahkan hewan udhiyah ini untuk si
fulan.”
Ada pun urusan membagi daging hewan itu kepada yang mustahiq, di luar
ritual tersebut di atas. Maka di masa lalu, di manhar (tempat
penyembelihan hewan) di Mina, tubuh-tubuh kambing atau unta yang telah
disembelih dibuang begitu saja, tidak ada yang mengurusinya. Toh ritualnya
sudah tercapai.
Baru akhir-akhiri ini ada badan sosial yang peduli dengan nasib umat Islam
di berbagai wilayah ditimpa kelaparan dan kemiskinan, maka didirikan
pabrik kornet agar daging-daging itu bisa dimanfaatkan secara lebih luas.
Pembagian Daging Udhiyah
Secara umum, daging hewan udhiyah ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama,
dimakan oleh yang menyembelih dan keluarganya. Kedua, untuk dihadiahkan
dan ketiga untuk diberikan kepada fakir miskin.
Kecuali bila udhiyah itu bernilai wajib, di mana seseorang sebelumnya
telah bernadzar untuk menyembelih, maka menurut sebagian ulama, dagingnya
tidak boleh dimakannya sendiri tapi diberikan kepada fakir miskin.
Sumber : eramuslim.com
.
renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari
berbagai cobaan Allah. Makna ?Idul Adha tersebut
Menyadari kembali bahwa makhluk yg namanya manusia ini adl kecil
belaka betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita
mengumandangkan takbir Allahu akbar !
Menyadari kembali bahwa tiada yg boleh di-Tuhankan selain Allah.
Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di
zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh
lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya
menjadi presiden/wakil presiden atau ketua lembaga perwakilan rakyat.
Orang sekarang juga cenderung menuhankan politik dan ekonomi. Politik
adalah segala-galanya dan ekonomi adl tujuan hidupnya yg sejati. Bahkan
HAM menjadi acuan utama segala gerak kehidupan sementara HAT diabaikan.
Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid La ilaha illallah !
Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yg memiliki puja dan puji
itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yg gila puja dan puji
sehingga kepalanya cepat membesar dadanya melebar dan hidungnya bengah
bila dipuji orang lain. Namun segera naik pitam wajah merah dan jantung
berdetak melambung bila ada orang yang mencela mengkritik dan
mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan tahmid Wa lillahil-hamd !
Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau
bepergian yg suatu saat rindu utk pulang ke tempat tinggal asal yakni
tempat yg mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia Ka?bah Baitullah.
Inilah salah satu makna bagi yg istita?ah tidak menunda-nunda lagi berhaji
ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada
hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siaopa
pun dia dari bangsa apapun adl saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi
bila seseorang itu kafir adl bukan saudara kita meskipun dia lahir dari
rahim ibu yg sama. Maka orang yg pulang dari haji hendaknya menjadi uswah
hasanah bagi warga sekitarnya tidak membesar-besarkan perbedaan yg
dimiliki sesama muslim terutama dalam hal yg disebut furu?iyah.
Menyadari kembali bahwa segala ni’mat yg diberikan Allah pada
hakikatnaya adl sebagai cobaan atau ujian. Apabila ni’mat itu diminta
kembali oleh yg memberi maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Hari ini
jadi konglomerat esok bisa jadi melarat dgn hutang bertumpuk jadi karat.
Sekarang berkuasa lusa bisa jadi hina tersia-sia oleh massa. Kemaren jadi
kepala kantor dgn mobil Timor entah kapan mungkin bisa jadi bahan humor
krn naik sepeda bocor. Sedang ni’ma yg berupa harta hendaknya kita ikhlas
utk berinfaq di jalan Allah seperti utk ber-udhiyah .
Percayalah dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah
niscaya Allah akan membalasnya dgn berlipat ganda. Tetapi jika kita justru
kikir pelit tamak bahkan rakus tunggulah kekurangan kemiskinan dan
kegelisahan hati selalu menghimpitnya.
Akhirnya semoga ?Idul Adha dgn berbagai ibadah yg kita laksanakan
sekarang ini dapat membangunkan kembali tidur kita . Kemudian kita
berihtiar lagi sekuat tenaga utk memperbanyak amal saleh sebagai pelebur
amal-amal buruk selama ini. Amin !
Oleh Drs. Syafi’i Salim Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi
Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm
Pengertian Berkurban pada Idul Adha
Oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc
Sebenarnya istilah yang baku bukan berqurban, tetapi menyembelih hewan
udhiyah. Sebab kata “Qurban” artinya mendekatkan diri kepada Allah.
Padahal yang disunnahkan adalah melakukan ibadah ritual yaitu
menghilangkan nyawa hewan udhiyah, baik dengan cara dzabh (menyembelih)
atau nahr (menusuk leher unta dengan tombak), sebagai bentuk ritual
peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Jadi inti ritualnya adalah pada prosesi penghilangan nyawa hewan udhiyah
itu sendiri. Namanya ritual, jadi kita tidak bicara tentang hikmah atau
makna apa yang tersirat di elakang peristiwa itu. Ritual ya ritual,
sebagaimana kita mengenal istilah itu.
Shalat adalah ibadah ritual, di mana kita diperintahkan untuk berdiri dan
menghadap ke arah kiblat, sebelumnya kita harus melakukan ritual dulu
yaitu membasuhkan air ke wajah, tangan hingga siku, mengusap kepala dan
membasuh kaki hingga mata kaki.
Ritual shalat itu terdiri dari gerakan berdiri, ruku’ (membungkuk), sujud,
duduk tasyahhud. Juga terdiri dari bacaan ritual tertentu, yaitu doa
iftitah, membaca surat Al-Fatihah, bacaan tasyahhud dan lainnya.
Semua itu adalah ritual khusus yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW, di mana dahulu malaikat Jibril khusus turun ke bumi
mendemonstrasikan gerakan dan bacaan ritual shalat di hadapan nabi
Muhammad SAW. Lalu beliau pun mengikuti gerak dan bacaan ritual itu dan
beliau bersabda kepada kita, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat.”
Bentuk ritual yang lain adalah berjalan berputar mengelilingi empat
dinding ka’bah sebanyak 7 putaran, mulai dari hajar aswad dan finish di
tempat yang sama. Putarannya berlawanan dengan arah jarum jam kalau
dilihat dari atas, dan searah dengan jarum jam kalau dilihat dari bawah
tanah. Sebelumnya harus melakukan ritual wudhu’.
Ritual lainnya lagi adalah berjalan kaki 7 kali bolak balik antara bukit
Shafa dan bukit Marwah, juga harus dalam keadaan suci dari hadats. Kita
juga mengenal ritual lainnya yaitu gerakan melempar batu ke satu titik,
yang kita kenal dengan istilah melontar jumrah (jamarat).
Pendeknya semua adalah ritual, di mana nabi SAW sama sekali tidak
memberikan alasan logis atau hikmah terpendam di balik semua ritual itu.
Kalau orang betawi bilang, “Udeh dari sononye emang begitu.”
Menyembelih Udhiyah
Nah, kali ini ritualnya adalah melakukan penyembelihan. Bentuknya mengiris
leher kambing, sapi atau kerbau hingga urat lehernya terputus dan mati.
Dan selesai.
Disunnahkan untuk membaca nama Allah dan bertakbir, lafadznya adalah:
“Bismillahi Allahu Akbar.” Dan disebutkan Allahumma hadzihi udhiyah ‘an
fulan, yang artinya: Ya Allah, aku persembahkan hewan udhiyah ini untuk si
fulan.”
Ada pun urusan membagi daging hewan itu kepada yang mustahiq, di luar
ritual tersebut di atas. Maka di masa lalu, di manhar (tempat
penyembelihan hewan) di Mina, tubuh-tubuh kambing atau unta yang telah
disembelih dibuang begitu saja, tidak ada yang mengurusinya. Toh ritualnya
sudah tercapai.
Baru akhir-akhiri ini ada badan sosial yang peduli dengan nasib umat Islam
di berbagai wilayah ditimpa kelaparan dan kemiskinan, maka didirikan
pabrik kornet agar daging-daging itu bisa dimanfaatkan secara lebih luas.
Pembagian Daging Udhiyah
Secara umum, daging hewan udhiyah ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama,
dimakan oleh yang menyembelih dan keluarganya. Kedua, untuk dihadiahkan
dan ketiga untuk diberikan kepada fakir miskin.
Kecuali bila udhiyah itu bernilai wajib, di mana seseorang sebelumnya
telah bernadzar untuk menyembelih, maka menurut sebagian ulama, dagingnya
tidak boleh dimakannya sendiri tapi diberikan kepada fakir miskin.
Sumber : eramuslim.com
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar