Pengajian Al-Hikam:
Hal-hal yang Luar Biasa
“Bagaimana hal-hal biasa bisa ditundukkan padamu? Sedangkan anda tidak pernah menundukkan kebiasaan nafsumu?”
Ada ha-hal luar biasa yang biasanya muncul pada para Sufi yang kelak disebut sebagai karomah. Tentu hal yang luar biasa
itu tidak akan pernah muncul selama manusia tidak pernah menundukkan dirinya sendiri, dan karenanya hal-hal biasa juga tak pernah tertundukkan.
Hal yang luar biasa itu justru terletak pada keberanian seseorang untuk mengeluarkan dirinya dari dirinya, sebagaimana pandangan para Sufi, “Hakikatmu adalah keluarmu dari dirimu.” Maksudnya kita bisa mengeluarkan hasrat nafsu kita dari diri kita.
Hikmah Ibnu Athaillah ini menyembunyikan rahasia, bahwa hakikat Karomah itu justru pada Istiqomah, dimana istiqomah tersebut tidak bisa diraih sepanjang manusia masih senang dan terkukung oleh kesenangan dan kebiasaan nafsunya.
Karena nafsu adalah hijab, dan wujud nafsu itu adalah rasa “aku” dalam diri kita sendiri.
Seorang Sufi ditanya, “Bagaimana anda sampai mencapai tahap luhur ini?”
“Aku bertauhid dengan tauhid paling utama, dan aku berbakti sebagaimana baktinya budak, serta aku taat kepada Allah swt atas perintahNya, apa yang dilarangNya. Maka setiap aku memohon, Dia selalu memberinya.”
Dalam suatu Isyarat, Allah swt, berfirman: “HambaKu, Akulah yang berkata pada sesuatu Kun Fayakuun”. Maka taatlah kepadaKu, maka engkau pun berkata pada sesuatu “Jadilah! Maka bakal terjadi!”.
Dalam hadits shahih, Allah swt berfirman, “Tak ada orang yang mendekat kepadaKu sebagaimana dekatnya orang yang menunaikan apa yang Aku wajibkan kepada mereka, dan senantiasa hambaKu berdekat padaKu dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya. Maka bila Aku mencintainya, jadilah Aku sebagai Pendengaran baginya, menjadi Mata, Tangan dan Penguat
baginya. Maka bila ia meminta padaKu, Aku pasti memberinya, dan bila ia meminta perlindungan padaKu, Aku pasti melindunginya….”
Menembus batas kebiasaan diri seorang hamba, berarti haruslah punya keberanian untuk menyadari kefanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karena itu, doktrin, “Aku bisa, aku mampu, aku hebat, aku kuat, aku berdaya…dsb…” Apalagi disertai dengan kata-kata, “Dariku, denganku, untukku, demiku, bagiku, bersandar aku…dsb,” justru semakin mempertebal lapisan hijab demi hijab antara hamba dengan Allah swt.
Orang yang meraih karomah, pasti sirna dari keakuannya. Orang yang mendapatkan hal-hal luar biasa, justru fana’ seluruh egonya. Dan sebaliknya jika kesirnaan aku dan egonya tidak terjadi, maka hal-hal yang luar biasa tidak lebih dari Istidroj yang melemparkan dirinya dari Allah Ta’ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar